kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kejadian blackout listrik antara hujatan & apresiasi, IAGI apresiasi gerak cepat PLN


Rabu, 07 Agustus 2019 / 10:31 WIB
Kejadian blackout listrik antara hujatan & apresiasi, IAGI apresiasi gerak cepat PLN


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

Terjadi  Juga di  Negara Maju Juga Senada dengan Singgih Ketua Conseil International des Grands Reseaux Electriques atau Dewan Internasional Sistem Listrik Besar Indonesia Herman Darnel Ibrahim  memaparkan, bahwa kejadian blackout atau gangguan besar seperti ini, sebenarnya  juga pernah terjadi di mana-mana termasuk  di negara maju.  

Negara maju seperti USA juga beberapa kali mengalami blackout. Di New York tercatat tiga kejadian yaitu pada 13 Juli 1977, 14 Agt 2003 dan terakhir baru saja bulan lalu 14 Juli 2019.  “Jadi rata-rata periodenya  15-20 tahunan,“ ujarnya lagi.

Baca Juga: Azas Tigor Nainggolan bakal gugat PLN dengan ganti rugi Rp 5.000

Pemulihan blackout New York pada  tahun 2003, menurutnya, memerlukan waktu lebih 2 hari. Sementara kejadian  terbaru pada 13 Juli 2019 lalu, juga baru pulih setelah 2 hari.

“California juga pernah mengalami blackout tahun 1996, 2011, 2018 dan 2019.  Bahkan dalam kejadian  blackout pada 2011 di negara itu, Gubernurnya sampai mengatakan , ‘Even new cars can get breakdown.’”

Begitu lazimnya kejadian ini, sehingga dalam konferensi CIGRE [Dewan Internasional Sistem Listrik Besar/Conseil International des Grands Reseaux Electriques] yang diselenggarakan tiap tahun genap, di Paris, jelas Herman,  selalu ada Sesi Plenary khusus yang mempresentasikan kejadian Blackout /Large Disturbances yang terjadi di suatu negara.

Dalam sistem interkoneksi Jawa Bali, Herman yang pernah menjabat sebagai Direktur Transmisi dan Distribusi PLN periode 2003 – 2008 ini, mencatat setidaknya pernah terjadi 4 kali blackout. Masing-masing pada tanggal 13 April 1997, 18 Agt 2005, 18 Maret 2009 dan terakhir 4 Agt 2019 kemarin. “Jadi kira-kira  ’periode’nya sekali dalam 5-10 tahunan,” ujarnya.

Interkoneksi Jawa Bali memang membuat sistem menjadi kuat, namun dalam sistem buatan manusia tidak ada jaminan reliability yang 100%.  Mengutip perkataan Murpgis Law,  Herman mengatakan,”Un-reliability yang walau hanya 0.0000 sekian persen itu bisa menjadi penyebab."

Herman memaparkan,  gangguan blackout umumnya diawali oleh gangguan dari luar, hubungan ke tanah atau lainnya. Gangguan juga bisa terkait dengan kelemahan dalam komponen sistem seperti kekurangan infrastruktur (N-1), asupan terkait setting proteksi, kontrol dan lain-lain. Dalam kondisi itu, jika proteksi tak bekerja sempurna, gangguan potensial untuk meluas.

Kriteria sekuriti sistem PLN seperti dimuat dlm RUPTL adalah N-1, artinya sistem didisain untuk tetap aman jika  1 komponen sistem trip [tanpa load curtailment]. Dalam sistem Jawa Bali, menurutnya, tidak semua N- 1 terpenuhi, khususnya pada transmisi. Komposisi pembangkit dan beban bisa bervariasi, bisa ada saat-saat dimana ktiteria N-1 tersebut tak terpenuhi.

Sistem Jawa Bali adalah interkoneksi yang sangat besar dengan sekitar 500 gardu Induk dan 200-an unit pembangkit serta ribuan kms transmisi.  Melalui sistem interkoneksi itu,  sejatinya sistem menjadi sangat kuat sehingga jarang sekali terjadi gangguan pasokan  yang disebabkan oleh pembangkit dan transmisi. Namun sebaliknya,  karena begitu besar dan kompleksivitasnya sistem,  jika terjadi blackout akan butuh waktu lama untuk pemulihan.

“Prinsip operasi mencegah gangguan pasokan dan mengamankan sistem terhadap kemungkinan blackout ini tentu sudah dilakukan  utility seperti PLN,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×