Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengapresiasi atas gerak cepat yang dilakukan PLN, untuk mengatasi kejadian pemadaman total (blackout) listrik di Jabodetabek, Banten, dan sebagian wilayah Jawa Tengah yang terjadi Minggu (4/8).
Ketua Kebijakan Publik IAGI Singgih Widagdo berharap masyarakat bisa memahami kejadian tersebut sebagai kecelakaan dalam masalah teknis transmisi, dan kondisi serupa juga pernah terjadi di berbagai negara.
Baca Juga: Gaga-gara blackout, PLN potong gaji pegawai untuk tunaikan kompensasi Rp 839 miliar
“Memang tidak semua bisa langsung hidup karena terkait dengan sistem, termasuk yang aliran listriknya dari PLTU. Saya tidak sependapat kalau hal ini dikaitkan dengan ketidakkompetenan PLN tanpa memahami kronologisnya dengan jelas. Yang saya lihat, PLN sudah terlihat melakukan gerak cepat untuk mengatasi keadaan,” ujar Singgih dalam keterangan resmi, Selasa (6/8).
Kecelakaan tersebut, menurut Singgih, merupakan masalah teknis transmisi yang terjadi di Ungaran, Semarang. Ada gangguan aliran power dari Timur yang tidak bisa masuk ke Barat, sementara cadangan (reserve) di Barat tidak tinggi.
Oleh karena itu, menurutnya, pembelajaran pertama dari kejadian ini adalah perlunya perbaikan sistem secara keseluruhan, dari hulu sampai hilir (dari pembangkit sampai ke pelanggan), baik dari sisi aksesbilitas maupun kapabilitas cadangan listrik.
Simpati lain ia tunjukkan dari sikap PLN yang menanggung sebagian besar beban (moral maupun material) dengan lapang dada. “Recovery untuk perbaikan sistem teknis memang ada di PLN. Tapi idealnya dari sisi sistem manajemen krisis, regulator juga bicara agar tidak semua terbeban kepada PLN saja,” tambahnya.
Terjadi Juga di Negara Maju Juga Senada dengan Singgih Ketua Conseil International des Grands Reseaux Electriques atau Dewan Internasional Sistem Listrik Besar Indonesia Herman Darnel Ibrahim memaparkan, bahwa kejadian blackout atau gangguan besar seperti ini, sebenarnya juga pernah terjadi di mana-mana termasuk di negara maju.
Negara maju seperti USA juga beberapa kali mengalami blackout. Di New York tercatat tiga kejadian yaitu pada 13 Juli 1977, 14 Agt 2003 dan terakhir baru saja bulan lalu 14 Juli 2019. “Jadi rata-rata periodenya 15-20 tahunan,“ ujarnya lagi.
Baca Juga: Azas Tigor Nainggolan bakal gugat PLN dengan ganti rugi Rp 5.000
Pemulihan blackout New York pada tahun 2003, menurutnya, memerlukan waktu lebih 2 hari. Sementara kejadian terbaru pada 13 Juli 2019 lalu, juga baru pulih setelah 2 hari.
“California juga pernah mengalami blackout tahun 1996, 2011, 2018 dan 2019. Bahkan dalam kejadian blackout pada 2011 di negara itu, Gubernurnya sampai mengatakan , ‘Even new cars can get breakdown.’”
Begitu lazimnya kejadian ini, sehingga dalam konferensi CIGRE [Dewan Internasional Sistem Listrik Besar/Conseil International des Grands Reseaux Electriques] yang diselenggarakan tiap tahun genap, di Paris, jelas Herman, selalu ada Sesi Plenary khusus yang mempresentasikan kejadian Blackout /Large Disturbances yang terjadi di suatu negara.
Dalam sistem interkoneksi Jawa Bali, Herman yang pernah menjabat sebagai Direktur Transmisi dan Distribusi PLN periode 2003 – 2008 ini, mencatat setidaknya pernah terjadi 4 kali blackout. Masing-masing pada tanggal 13 April 1997, 18 Agt 2005, 18 Maret 2009 dan terakhir 4 Agt 2019 kemarin. “Jadi kira-kira ’periode’nya sekali dalam 5-10 tahunan,” ujarnya.
Interkoneksi Jawa Bali memang membuat sistem menjadi kuat, namun dalam sistem buatan manusia tidak ada jaminan reliability yang 100%. Mengutip perkataan Murpgis Law, Herman mengatakan,”Un-reliability yang walau hanya 0.0000 sekian persen itu bisa menjadi penyebab."
Herman memaparkan, gangguan blackout umumnya diawali oleh gangguan dari luar, hubungan ke tanah atau lainnya. Gangguan juga bisa terkait dengan kelemahan dalam komponen sistem seperti kekurangan infrastruktur (N-1), asupan terkait setting proteksi, kontrol dan lain-lain. Dalam kondisi itu, jika proteksi tak bekerja sempurna, gangguan potensial untuk meluas.
Kriteria sekuriti sistem PLN seperti dimuat dlm RUPTL adalah N-1, artinya sistem didisain untuk tetap aman jika 1 komponen sistem trip [tanpa load curtailment]. Dalam sistem Jawa Bali, menurutnya, tidak semua N- 1 terpenuhi, khususnya pada transmisi. Komposisi pembangkit dan beban bisa bervariasi, bisa ada saat-saat dimana ktiteria N-1 tersebut tak terpenuhi.
Sistem Jawa Bali adalah interkoneksi yang sangat besar dengan sekitar 500 gardu Induk dan 200-an unit pembangkit serta ribuan kms transmisi. Melalui sistem interkoneksi itu, sejatinya sistem menjadi sangat kuat sehingga jarang sekali terjadi gangguan pasokan yang disebabkan oleh pembangkit dan transmisi. Namun sebaliknya, karena begitu besar dan kompleksivitasnya sistem, jika terjadi blackout akan butuh waktu lama untuk pemulihan.
“Prinsip operasi mencegah gangguan pasokan dan mengamankan sistem terhadap kemungkinan blackout ini tentu sudah dilakukan utility seperti PLN,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News