kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kementerian ESDM masih setop ekspor tiga perusahaan yang lambat bangun smelter


Selasa, 06 November 2018 / 20:05 WIB
Kementerian ESDM masih setop ekspor tiga perusahaan yang lambat bangun smelter
ILUSTRASI. Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono dan Dirut Inalum Budi Gunadi Sadikin


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum membuka keran ekspor bagi tiga perusahaan tambang yang pembangunan smelternya lambat. Adapun satu perusahaan sudah dibuka karena sudah memberikan laporan perkembangan pembangunan smelter.. 

Sebelumnya, pada pertengahan bulan Agustus 2018 lalu, Kementerian ESDM memberikan sanksi pada tiga perusahaan nikel dan satu perusahaan bauksit berupa penghentian sementara izin ekspor. Selain itu, ada juga satu perusahaan bauksit yang mendapatkan peringatan terakhir, yakni PT Toshida Indonesia.

Adapun, tiga perusahaan nikel yang mendapatkan sanksi tersebut adalah pertama, PT Surya Saga Utama yang realisasinya masih sebesar 39,44%, padahal target progres pembangunan dalam periode 6-12 ke depan ada dalam rentang 40,71%-45,7%. 

Kedua, PT Modern Cahaya Makmur, dengan kemajuan fisik di awal sebesar 76,38%, dan memiliki rencana 6-12 bulan sebesar 86,58% -99,75%. Namun, realisasi dalam periode tersebut masih belum ada progres.

Ketiga, PT Integra Mining Nusantara dengan kemajuan fisik di awal sebesar 20%, dan target 6-12 bulan ke depan sebesar 24,87%, namun realisasinya masih belum beranjak dari angka awal. Sedangkan untuk perusahaan bauksit yang mendapatkan sanksi penghentian ekspor sementara adalah PT Lobindo Nusa Persada yang memiliki rencana 6-12 bulan ke depan sebesar 1,07% - 5,84%, namun realisasinya di awal dan pada periode tersebut masih tetap diangka 0%.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Susigit menjelaskan, bahwa sejumlah perusahaan tersebut dikenai sanksi dan peringatan terakhir karena tidak memberikan laporan. Juga karena realisasi yang tidak mencapai target yang telah dipatok dalam periode enam bulan.

Ia menuturkan, tak ada jangka waktu untuk mengubah status tersebut. Sehingga, semuanya bergantung pada komitmen masing-masing perusahaan untuk memenuhi aturan dalam pembangunan smelter dan pelaporan progresnya.

Saat dikonfirmasi KONTAN, Bambang bilang, dari empat perusahaan yang izin ekspornya dihentikan sementara, ada satu perusahaan yang sanksinya telah dicabut. Hal itu karena perusahaan tersebut telah menyampaikan laporan progres pembangunan smelter dan telah diverifikasi.

“Hanya satu yang sudah di buka kembali ekspornya karena sudah menyampaikan laporan, sudah diverifikasi,” kata Bambang kepada KONTAN, Selasa (6/11).

Sayang, Bambang masih belum menyebutkan perusahaan mana yang sanksinya telah dicabut tersebut. Hanya saja, Bambang menyebut bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan nikel.

Sedangkan untuk PT Toshida Indonesia yang mendapatkan peringatan terakhir, Bambang menyebut, perusahaan tersebut pun telah menyampaikan laporan.

“Saya nggak hafal (perusahaan yang sanksi sudah dicabut). Kalau yang peringatan terakhir dia sudah memenuhi. Jadi itu kan cuman peringatan, supaya tidak mengulangi,” imbuhnya.

Alhasil, masih ada dua perusahaan nikel dan satu perusahaan bauksit yang izin ekspornya masih dicabut sementara. Sementara hingga saat ini, Bambang bilang, masih belum ada perusahaan yang dikenai peringatan terakhir atau sanksi pencabutan izin ekspor sementara.

Ia juga menjelaskan, laporan enam bulanan itu bukan tahun kalender, sehingga setiap perusahaan mendapatkan periode pelaporan yang berbeda-beda. “Belum ada (yang dikenai sanksi). Kan nggak bareng enam bulannya, buka tahun kalender,” kata Bambang.

Sedangkan di lain pihak, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono pernah mengemukakan bahwa pembangunan smelter tidak bisa dilihat hanya dari progres fisiknya saja. Ia menyebut, ukuran verifikasi atau penilaiannya ialah ketika perusahaan yang bersangkutan bisa mencapai kemajuan minimal 90% sesuai rencana enam bulan.

Bambang mengatakan, wajar saja jika pada tahun pertama dan kedua belum terlihat progres fisik karena masih dalam masa persiapan, seperti pemenuhan persyaratan administratif, studi dan juga penentuan teknologi.

”Ada studi, manajemen project. Jadi seperti kurva S, tahun pertama dan kedua datar dulu, tiga tahun berikutnya baru terjal. Walau (progresnya) 0,sekian persen, pokoknya setiap enam bulan harus 90% sesuai rencana,” terang Bambang.

Adapun, berdasarkan data dari Kementerian ESDM per 17 September, ada sejumlah perusahaan yang mendapatkan surat teguran. Yakni, PT Amman Mineral Nusa Tenggara, PT Smelting, PT Rusan Sejahtera, dan PT Genba Multi Mineral.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×