Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Dalam aturan ini, pemerintah mengatur batas harga dasar (floor price) dengan menetapkan rentang toleransi (buffer) jika harga transaksi lebih dari HPM logam.
"Apabila harga transaksi lebih rendah dari HPM logam pada periode kutipan sesuai harga mineral logam acuan atau terdapat penalti atas mineral pengotor (impurities), penjualan dapat dilakukan di bawah HPM logam dengan selisih paling tinggi 3%," tulis peraturan tersebut yang dikutip Kontan.co.id, Kamis (23/4).
Sementara itu, apabila harga transaki lebih tinggi dari HPM logam pada periode kutipan sesuai harga mineral logam acuan atau etrdapat bonus atas mineral tertentu, penjualan wajib mengikuti harga transaksi diatas HPM logam.
Baca Juga: Produksi Nikel Vale Indonesia (INCO) Tumbuh 35% di Kuartal I-2020
Lebih lanjut, Pasal 9B di aturan ini mengatur bahwa pemegang IUP/IUPK OP mineral logam harus menunjuk pihak ketiga sebagai wasit (umpire) yang disepakati bersama dalam kontrak penjualan dengan pihak pembeli di dalam negeri. Pihak ketiga merupakan surveyor yang terdaftar yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
"Dalam hal terdapat perbedaan hasil verifikasi kualitas Mineral Logam antara Pemegang IUP/IUPK OP Mineral Logam dengan pihak pembeli di
dalam negeri, penentuan kualitas Mineral Logam mengacu pada hasil pengujian yang dilakukan oleh pihak ketiga," tegas Permen ESDM 11/2020 seperti dikutip Kontan.co.id.
Jika ada pihak yang melanggar atau tidak memenuhi aturan tersebut, pemerintah menyiapkan peringatan dan sanksi, mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha, hingga pencabutan izin. Adapun, Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020 ini mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan.