Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - BOGOR. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka-bukaan mengenai perkembangan pembangunan fasilitas pemurnian (refinery) bauksit yang mandek, bahkan ketika ditinjau langsung ke lapangan masih berupa tanah kosong.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif menyatakan saat ini sudah ada tiga refinery bauksit yang sudah beroperasi. Kadang-kadang disebut ada empat refinery yang beroperasi karena PT Well Harvest Mining memiliki dua lini pabrik.
“Kemudian yang sedang proses dibangun ada 8 refinery. Di sini ada yang melaporkan progres pembangunan 50%, 30%, bahkan ada yang baru 18% tetapi ketika ditinjau langsung ke lapangan, 8 refinery itu masih tanah kosong,” ujarnya di Bogor, Sabtu (25/2).
Irwandy memaparkan secara umum kesulitan yang dihadapi dalam pembangunan refinery dan smelter ialah masalah finansial, energi, lahan, dan perizinan. Permasalahan ini sejatinya tidak dihadapi di semua smelter bauksit tetapi juga di smelter komoditas lainnya.
Baca Juga: Larangan Ekspor Bijih Bauksit Dipastikan Mulai Juni 2023, Bagaimana Mineral Lainnya?
Melihat kondisi ini Irwandy menegaskan bagi perusahaan pemilik tambang bauksit yang tidak bersungguh-sungguh membangun refinery, dipastikan tidak dapat mengekspor bijih bauksit lagi pada Juni 2023 mendatang. Dia menyatakan, aktivitas pertambangan masih boleh berjalan, tetapi hanya bisa dijual ke pabrik pemurnian atau smelter di dalam negeri.
“Kalau sudah janji harus ditepati, itu persoalannya. Itu yang betul-betul kami jalankan, kalau janji pasti dihargai pemerintah,” ujarnya.
Asal tahu saja saat ini penyerapan bauksit ke dalam negeri masih minim dan masih dominan diekspor.
Irwandy mengemukakan, Indonesia menyimpan sumber daya bauksit sebesar 6,6 miliar ton dengan cadangan sekitar 3,2 miliar ton. Indonesia memiliki cadangan bauksit nomor 6 terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku bauksit global.
Pada 2022 produksi bijih bauksit sebesar 27,7 juta ton berasal dari 50 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kemudian baru 7,8 juta ton diserap oleh refinery dan smelter yang ada saat ini. Artinya pelarangan ekspor bijih bauksit ini akan berdampak pada sekitar 20 juta ton bijih bauksit.
“Itu konsekuensi bisnis. Jadi hilirisasi ditekankan oleh Presiden kita berkali-kali, kalau itu semua terwujud bisa melompat ke negara maju, masyarakat bisa lebih berkembang,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News