Reporter: Gentur Putro Jati |
JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemhub) mendesak lebih banyak lagi maskapai penerbangan membangun hangar perawatan pesawat di Indonesia. Hangar maintenance, repair, and overhaul (MRO) tersebut tidak perlu dibangun untuk dikomersialkan bagi perawatan pesawat maskapai lain; tetapi cukup untuk digunakan sendiri oleh maskapai yang membangunnya.
Menurut Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Kemhub Yurlis Hasibuan, pembangunan hangar untuk bengkel pesawat mutlak diperlukan mengingat jumlah pesawat yang didatangkan oleh maskapai nasional jauh lebih banyak dan tidak seimbang dengan perkembangan kapasitas bengkel perawatan pesawat di Indonesia.
Bengkel MRO Indonesia saat ini bisa dikatakan kurang dari cukup untuk bisa merawat pesawat maskapai nasional. Terbukti masih banyak maskapai yang merawat pesawatnya di bengkel luar negeri.
"Apalagi ke depan maskapai seperti Lion Air dan Garuda Indonesia sudah memiliki program pengadaan pesawat lima tahun ke depan sampai akhirnya berjumlah seratusan unit. Belum termasuk pengadaan oleh maskapai lain. Makanya pembangunan hangar oleh maskapai kami nilai penting," kata Yurlis, Selasa (12/10).
Pemerintah, Yurlis menegaskan, memang tidak mewajibkan suatu maskapai yang beroperasi di Indonesia untuk memiliki hangar. Namun, desakan perlu dicetuskan supaya devisa dan penyerapan tenaga kerja tidak menguap akibat maskapai nasional lebih mempercayakan perawatan pesawatnya keluar negeri.
"Kami ingin maskapai yang sudah mengoperasikan lebih dari 30 unit pesawat untuk memiliki hangar sendiri. Karena satu pesawat biasanya dilakukan perawatan besar setiap dua tahun sekali, belum lagi perawatan rutin yang kecil-kecil. Sehingga setiap bulan bisa dibilang satu pesawat milik maskapai itu masuk bengkel secara bergantian. Kalau ada hangar sendiri, tentu lebih mudah mengaturnya," jelasnya.
Dalam catatan Yurlis, saat ini baru segelintir maskapai yang memiliki hangar. Maskapai berjadwal yang memiliki hangar diantaranya PT Garuda Indonesia (Persero) dan PT Metro Batavia di Soekarno-Hatta; PT Sriwijaya Air bekerjasama dengan PT Aero Nusantara Indonesia (ANI) di lapangan udara Curug; PT Lion Mentari Air dan PT Merpati Nusantara Airlines melalui Merpati Maintenance Facilities di Surabaya; dan PT Trigana Air Service di Wamena.
Sementara maskapai carter yang memiliki hangar sendiri adalah PT Travira Air, PT Airfast Indonesia, dan PT Indonesia Air Transport (IAT).
Lion ikut bangun
Maskapai terakhir yang membangun hangar perawatan pesawat adalah Lion Air. 7 Oktober lalu Direktur Umum Lion Air Edward Sirait memastikan maskapainya akan membangun hangar berkapasitas dua pesawat senilai US$ 30 juta sampai US$ 40 juta di Bandara Sam Ratulangi Manado. Untuk tahap awal, hangar itu akan digunakan untuk merawat pesawat sendiri yaitu Boeing 737-900ER.
Namun, Direktur Utama Lion Air Rusdi Kirana menargetkan hangar yang dibangunnya itu bisa menjadi sentra perawatan pesawat baru di Indonesia Bagian Timur. Yang tidak hanya melayani pesawatnya sendiri tetapi juga bisa melayani pesawat maskapai lainnya.
Jika ingin melakukan perawatan pesawatnya sendiri, Ketua Umum Indonesian Aircraft Maintenance Shop Association (IAMSA) Richard Budihadianto berharap Lion bisa segera mengurus sertifikat perawatan pesawat Boeing 737-900ER dari DKUPPU.
Ketika nanti kapasitas bengkelnya sudah berkembang dan Lion merasa siap merawat pesawat milik maskapai lain maka harus mengantongi sertifikat dari European Aviation Safety Agency (EASA) atau Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat.
"Karena biasanya perusahaan persewaan pesawat atau lessor hanya mengizinkan pesawat yang disewakannya ke suatu maskapai untuk dirawat di bengkel yang memiliki sertifikat EASA atau FAA," jelas Richard yang juga Direktur Utama PT Garuda Maintenance Facilities AeroAsia.
Yurlis menambahkan, pengurusan sertifikat MRO dari DKUPPU biasanya memakan waktu 6 bulan sampai 1 tahun.
"Ketika hangar, peralatan bengkel, dan teknisi siap, barulah mereka mengajukan aplikasi. Setelah itu kami akan mengaudit kelayakan bengkel tersebut sebelum menerbitkan persetujuan dan sertifikat," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News