Reporter: Noverius Laoli | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) akan mengendalikan dan membatasi impor sejumlah komoditas non beras. Pembatasan dilakukan untuk mendorong pertumbuhan komoditas serupa dalam negeri.
Jagung, bawang merah, sapi bakalan, dan kedelai menjadi komoditas pertama yang impornya dikendalikan. Untuk produk jagung, Kemtan menegaskan akan tidak lagi sembarangan memberikan izin impor kepada para importir.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kemtan, Hasil Sembiring mengatakan, Kemtan akan memperketat pemberian izin impor jagung. Ia beralasan, pada tahun-tahun sebelumnya, impor jagung justru meningkat pada saat produksi jagung lokal sedang tinggi-tingginya.
Sebagai contoh, pada 2015 ini, masa panen raya jagung jatuh pada bulan Februari, Maret dan April. Dimana 60% dari total produksi jagung nasional tahun 2015, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 20,66 juta ton panen pada bulan tersebut.
Namun, pada bulan yang sama juga, impor jagung justru meningkat drastis. Kemtan mencatat, impor jagung pada bulan Februari 328.000 ton, Maret 305.700 ton dan April 310.000 ton.
Volume impor itu besar bila dibandingkan rata-rata bulan sesudahnya sekitar 250.000 ton saja. Menurut Hasil, Kemtan tidak ingin hal serupa terjadi di masa yang akan datang. Karena itu, pembatasan dan pengendalian impor jagung harus dijalankan. "Kita sekarang tidak sembarangan lagi memberikan izin impor jagung," ujar Hasil, Senin (26/10).
Pengendalian impor juga dilakukan untuk komoditas kedelai. Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Ditjen Tanaman Pangan Kemtan Maman Suherman mengatakan pihaknya akan memperketat impor kedelai untuk melindungi produk kedelai dalam negeri.
Saat ini, Kemtan tengah mengusulkan pengenaan Bea Masuk (BM) 10% untuk produk kedelai impor dari saat ini 0%. Sebab, berdasarkan survei Kemtan biaya produksi kedelai sebesar Rp 6.000 - Rp 6.500 per kilogram (kg). Namun harga kedelai lokal ditingkat petani saat ini Rp 4.000 - Rp 5.000 per kg di Sumatera Utara, Banda Aceh dan Sulawesi Selatan.
Selain itu, Kemtan juga meminta agar ditetapkannya penerapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai sebesar Rp 8.500 per kg dengan asumsi petani mendapatkan keuntungan 30% dari biaya produksi sekitar Rp 6.000 - Rp 6.500 per kg. "Sudah enam bulan kita usulkan sampai sekarang belum ada kemajuannya," imbuh Maman.
Selain itu, maman juga mengatakan belum ada jaminan ada pasar yang mau membeli kedelai lokal dengan harga Rp 8.500 per kg. Demikian juga Bulog belum memiliki jaminan pasar hendak menjual ke mana kedelai pasca diserap dari petani.
Sebab, banyaknya volume impor kedelai membuat pasar lebih memilih kedelai impor. "Jadi ke depan kita usulkan agar dibuat regulasi yang memungkinkan penyerapan Bulog bisa beriringan dengan program peningkatan produksi kedelai di sektor hilir," imbuh Maman.
Direktur Jenderal Hortikulturan Kemtan Spudnik Sujono mengatakan mulai tahun depan, Kemtan tidak akan mengeluarkan izin impor bawang merah. Sebab produksi bawang merah dalam negeri dinilai dapat memenuhi kebutuhan nasional.
Ia mengklaim saat ini luas lahan untuk tanaman bawang merah mencapai hampir 1 juta hektare (ha) yang tersebar di berbagai daerah dimana yang terbesar masih ada di Pulau Jawa, disusul Bima, dan Sumbawa.
Spudnik menargetkan pada tahun 2016, akan ada lahan tambah tanam untuk bawang merah seluas antara 5.000 ha sampai 7.000 ha. Perluasan lahan itu akan dilakukan di Jawa yakni di Pati, Nganjuk, Bantul, Brebes. Sementara di luar Jawa akan dikembangkan di Bima, Enrekang, Gowa, Bangli, dan Tapin.
Dengan tambahan itu, Spudnik menargetkan produksi bawang merah pada tahun 2016 bisa mencapai 1,33 juta ton setahun atau lebih tinggi dari target tahun 2015 sebesar 1,26 juta ton. Dengan jumlah itu, ia optimis dapat meningkatkan ekspor bawang dari saat ini yang masih kecil.
"Sebelumnya, kita sudah ekspor sebanyak 18.000 ton dan sekarang terus melakukan ekspor, saya kira sudah hampir 30.000 ton yang diespor sekarang," ujar Spudnik.
Spudnik yakin penghentian impor bawang merah tidak akan menimbulkan gejolak harga bawang di dalam negeri. Sebab pasokan bawang merah tahun ini saja dinilai telah memenuhi kebutuhan nasional.
Menurutnya, saat ini harga bawang merah secara nasional saat ini masih berada di kisaran Rp 15.000 per kg. Harga tersebut, lanjut Spudnik, akan segera turun ke harga Rp 12.000 per kg karena bawang dari Majalengka dan Cirebon di Jawa Barat akan segera panen pada bulan Oktober ini.
Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan izin impor hanya akan diberikan sesuai dengan kebutuhan saja. Bila pemerintah menilai impor masih belum perlu, maka tidak akan keluar izin impor kepada para importir.
Untuk sapi bakalan juga, Kemtan akan mengendalikannya. Untuk tahun depan, Amran bilang, Kemtan akan menghitung secermat mungkin berapa saja yang benar-benar dibutuhkan untuk impor, izin itulah yang dikeluarkan. Kendati begitu, Amran belum mau mengatakan berapa volume impor daging tahun depan yang diizinkan Kemtan.
Masalahnya pembatasan impor ini justru menyulitkan konsumen. Sejumlah harga komoditas pangan seperti pakan ternak, dan daging sapi, yang impornya dibatasi mengalami kenaikan harga.
Simpang siur data komoditas pangan juga kerap melahirkan munculnya kesalahan dalam hal kebijakan yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat.
Swasembada pangan memang perlu tapi harus berdasarkan data rill ketersediaan pasokan yang cukup dalam negeri. Bila tidak, maka hal itu hanya akan menyusahkan masyarakat karena harga akan naik karena pasokan tersbatas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News