kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45900,95   2,20   0.24%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemtan kesulitan bubarkan IPOP


Selasa, 22 Maret 2016 / 11:20 WIB
Kemtan kesulitan bubarkan IPOP


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Satu bulan berlalu setelah Kementerian Pertanian (Kemtan) mengancam akan mengusir enam perusahaan kelapa sawit raksasa yang tergabung dalam Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) jika tidak membubarkan diri. Namun sampai saat ini tidak ada yang berubah dan ancaman itu tidak bertaji.

Meski begitu, Kemtan menegaskan ancaman ini bukan pepesan kosong. Saat ini, Kemtan tengah menjajaki pembuatan dasar hukum untuk menjatuhkan sanksi kepada enam perusahaan anggota IPOP lantaran tidak membeli Tandan Buah Segar (TBS) dari petani yang dianggap tak sesuai standar IPOP.

Gamal Nasir, Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kemtan bilang, saat ini pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) untuk membuat dasar hukum pembubaran IPOP ini. "Untuk membubarkan manajemen IPOP ini membutuhkan dasar pertimbangan yang jelas berupa payung hukum yang kuat," ujar Gamal, Senin (21/3).

Gamal bilang, selain untuk membubarkan manajemen IPOP, payung hukum ini juga akan mencantumkan sanksi kepada enam perusahaan sawit yang menjadi anggotanya.  Perusahaan itu adalah Wilmar Indonesia, Cargill Indonesia, Musim Mas, Golden Agri Resources, Asian Agri, dan Astra Agro Lestari (AAL).

Hanya saja, Gamal enggan menyebut apa bentuk sanksi tersebut, apakah pengusiran atau sekedar sanksi administratif. "Satu-satu dulu, saat ini baru fokus membubarkan manajemen IPOP, nanti baru bicara sanksi ke perusahaannya," elaknya.

Gamal mengatakan, komitmen Kemtan sudah bulat agar IPOP tidak beroperasi lagi di Indonesia. Pasalnya, Indonesia telah memiliki Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO) sebagai cara mendorong petani dan industri sawit mengelola perkebunan secara berkelanjutan.

Gandeng petani

Menanggapi hal tersebut, Nurdiana Darus, Direktur Eksekutif IPOP mengungkapkan harapannya kepada Kemtan untuk diberi kesempatan berdiskusi langsung. Langkah ini penting sebagai sarana mengklarifikasi dan memberikan penjelasan sikap IPOP terkait isu sejumlah petani sawit di daerah tidak dibeli perusahaan anggota IPOP.

Menurut Nurdiana, saat ini IPOP bekerjasama dengan berbagai mitra untuk mengimplementasikan program-program pemberdayaan untuk petani, sesuai dengan permasalahan yang mereka hadapi di lapangan.

Nurdiana mengambil contoh, seperti inisiatif untuk melakukan pemetaan dan penyusunan basis data petani swadaya di Kalimantan Tengah, Riau dan Sumatra Selatan. "Pemetaan dan penyusunan basis data ini bermanfaat bagi petani swadaya untuk mengembangkan kapasitas produksi sesuai prinsip berkelanjutan," ujarnya.

Freddy Widjaya, Direktur PT Asian Agri Group menolak mengomentari keinginan Kemtan membubarkan manajemen IPOP dan memberikan sanksi bagi perusahaan anggota IPOP.  

Namun, Freddy menyatakan, selama ini, Asian Agri gencar melakukan pembinaan kepada petani swadaya agar mereka tetap memenuhi persyaratan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan. Harapannya, para petani swadaya mendapatkan sertifikat ISPO.

Selama ini, sekitar 25% pasokan TBS untuk produksi Asian Agri berasal dari petani sawit swadaya dan 25% lagi dari petani plasma. Perhitungannya, Asian Agri memproduksi rata-rata 5,5 juta ton TBS.

Sekitar 1,3 juta ton hingga 1,5 juta ton di antaranya dipasok oleh petani swadaya. Rencananya dalam lima tahun ke depan, pasokan TBS Asian Agri lebih dari 50% berasal dari petani sawit swadaya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×