kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 16.195   5,00   0,03%
  • IDX 7.164   1,22   0,02%
  • KOMPAS100 1.070   0,97   0,09%
  • LQ45 838   0,57   0,07%
  • ISSI 216   -0,45   -0,21%
  • IDX30 430   0,42   0,10%
  • IDXHIDIV20 516   -1,25   -0,24%
  • IDX80 122   0,37   0,31%
  • IDXV30 126   -0,52   -0,42%
  • IDXQ30 143   -0,58   -0,40%

Kenaikan Harga Dikhawatirkan Menyuburkan Peredaran Rokok Ilegal


Jumat, 03 Januari 2025 / 16:29 WIB
Kenaikan Harga Dikhawatirkan Menyuburkan Peredaran Rokok Ilegal
ILUSTRASI. Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (4/1/2024). Kebijakan pemerintah yang mengerek harga jual eceran rerata 10,5% dan kenaikan PPN dari 9,9% menjadi 10,7% suburkan peredaran rokok ilegal.


Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) memprediksi kebijakan pemerintah yang mengerek harga jual eceran (HJE) rerata 10,5% dan kenaikan PPN dari 9,9% menjadi 10,7% pada rokok yang berlaku Januari 2025 makin menyuburkan peredaran rokok ilegal. 

Merujuk hitungan GAPPRI, harga rokok 2025 pasca kenaikan HJE rata-rata 10,5% dan PPN menjadi 10,7%, maka harga rokok per-golongan dapat naik sebesar 13,56% sampai 28,27% atau rata-rata naik 19%.

"Kenaikan persentase harga tertinggi akan dialami oleh sigaret kretek tangan (SKT) sebesar 28,27%. Ini berarti karpet merah telah digelar pemerintah untuk rokok ilegal," kata ketua umum GAPPRI Henry Najoan dalam keterangannya, Jumat (3/1/2025). 

Baca Juga: Kemenperin Beberkan Tantangan Industri Hasil Tembakau Tahun 2025

Henry mengatakan, kenaikan HJE membebani industri hasil tembakau (IHT), mengingat rata-rata kenaikannya berada di angka dua digit atau 10,5%. 

Bahkan, SKT mengalami kenaikan HJE hingga 14,07%, sehingga berpotensi membuat harga-harga rokok naik. Beban makin berat lantaran kenaikan PPN dari 9,9% menjadi 10,7%. 

Di sisi lain, kenaikan upah mininum provinsi (UMP) belum tentu mendorong daya beli konsumen, justru bisa makin memberatkan produsen tembakau yang sudah ditimpa berbagai beban pengeluaran. 

Henry menegaskan, kenaikan komponen-komponen seperti HJE, PPN, hingga upah jelas akan mengerek harga jual rokok. Jika harga rokok sudah di atas nilai keekonomian, maka tren rokok murah bahkan rokok ilegal akan berlanjut.

Baca Juga: Tahun Baru 2025, Harga BBM Naik Mulai 1 Januari, Cek Harga Pertamax, Pertalite

"Semakin banyak konsumen yang beralih ke rokok murah, apalagi sebagiannya adalah rokok ilegal, kemungkinan besar akan membuat produksi rokok nasional menyusut. Jika ini terjadi, kami kira yang justru untung adalah penjual rokok ilegal yang tidak terbebani oleh pungutan sebagaimana rokok legal,” ujar Henry.   

Henry menyebut, dalam 10 tahun terakhir produksi rokok di dalam negeri cenderung turun di level 0,78%. Kemungkinan besar tren penurunan produksi rokok akan berlanjut. 

“Yang kami khawatirkan utamanya adalah penurunan produksi pada jenis SKT yang padat karya, karena kenaikan HJE dan pungutan lain akan memicu penurunan permintaan yang berakibat pada nasib pekerja,” kata dia. 

GAPPRI juga menyebut, kenaikan HJE yang tinggi pada SKT akan membuat peredaran rokok ilegal makin marak. Selama ini SKT memiliki harga jual yang terjangkau sehingga membuat rokok tersebut menjadi tameng dalam menghadapi serbuan rokok ilegal. 

Baca Juga: Bantoel Khawatirkan Maraknya Rokok Ilegal Pasca Kenaikan Harga Jual Eceran 2025

“Jika rokok jenis SKT tidak lagi kompetitif, kami kira rokok ilegal akan semakin banyak di pasaran,” tutur Henry. 

Padahal, lanjut Henry, GAPPRI pernah memohon kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), agar industri hasil tembakau memperoleh relaksasi dengan tidak menaikkan tarif CHT dan HJE sepanjang tahun 2025 sampai 2027. 

Permohonan ini dimaksudkan agar industri hasil tembakau bisa pulih usai mengalami kontraksi akibat dampak CHT dan HJE di atas nilai keekonomian selama 2020 sampai 2024, selain akibat dari pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih. 

Terkait PPN, GAPPRI belum lama ini melayangkan surat kepada Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati. Dalam suratnya, GAPPRI memohon agar permintaan PPN rokok tetap 9,9% dikabulkan, agar Industri Hasil Tembakau (IHT) bisa bertahan karena masih dalam kondisi belum stabil. 

Baca Juga: HM Sampoerna Realisasikan Investasi Pabrik SKT Baru di Blitar dan Tegal

"Agar pengaturan pada PMK No 63 tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau dapat segera diharmoniskan dengan arah kebijakan pemerintah yang disampaikan oleh Ibu Menteri Keuangan pada tanggal 31 Desember 2024, mengingat IHT tidak masuk kriteria Barang Mewah," katanya.   

GAPPRI menjelaskan, PPN tidak naik agar tidak ada efisiensi terhadap tenaga kerja sehingga kelangsungan tenaga kerja tetap terjaga. GAPPRI juga mencatat, Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan tarif dasar PPN tidak naik atau tetap 11%. 

"Kalau PPN rokok menjadi 10,7%, berarti tarif dasar PPN rokok dinaikkan menjadi 12%, berarti hal ini bertentangan dengan kebijakan Presiden Prabowo," ungkap Henry. 

Henry menjelaskan,  IHT saat ini mendapat tekanan yang cukup berat baik melalui fiskal maupun non fiskal. Ada lebih dari 480 aturan di berbagai tingkatan yang mayoritas berisi pembatasan. 

Baca Juga: Naik Mulai 1 Januari 2025, Cek Harga Pertamax, Pertalite, Shell & BP Hari Ini

Oleh karena itu, tambahan tekanan seperti kenaikan tarif HJE dan PPN membuat IHT semakin berat. Henry khawatir, jika kenaikan HJE dan PPN membuat produk tembakau legal menjadi semakin mahal. 

"Semakin mahalnya harga rokok legal, akan membuat orang berpindah mencari rokok murah atau rokok ilegal. Apalagi dalam situasi seperti saat ini yang daya beli masih lemah. Potensi berpindah ke rokok ilegal bisa semakin marak," ujarnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Asosiasi Khawatir Kenaikan Harga Dorong Peredaran Rokok Ilegal", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2025/01/03/154611526/asosiasi-khawatir-kenaikan-harga-dorong-peredaran-rokok-ilegal?page=all#page2.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×