Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) yang cukup signifikan di Jakarta ternyata mempengaruhi kalangan pengusaha pusat perbelanjaan.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Handaka Santosa, mengaku terkejut mengetahui lonjakan nilai yang pesat dan diumumkan secara mendadak tersebut. "Pastilah, kita terbebani dengan kenaikan NJOP ini," kata Handaka, di Balaikota Jakarta, Kamis (27/3).
Hal ini berdampak pada kenaikan harga kepada penyewa toko di mal. Akibatnya, penyewa juga akan meningkatkan harga barang produksi mereka, seperti makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya. Pada tahun sebelumnya, Handaka menjelaskan, pengelola mal sudah terbebani oleh pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) progresif.
Saat itu, pusat perbelanjaan mewah atau mal menjadi salah satu wajib pajak yang terkena pajak progresif tinggi. Hal itu disebabkan karena nilai tanah dan bangunannya di atas Rp 10 miliar.
Perhitungan tarif dasar PBB untuk NJOP di bawah Rp 200 juta dikenakan tarif 0,01%. Kemudian NJOP antara Rp 200 juta-2 miliar dikenakan tarif 0,1%. Selanjutnya, NJOP Rp 2-10 miliar, tarifnya 0,2%, serta wajib pajak yang memiliki NJOP di atas Rp 10 miliar dikenakan tarif 0,3%.
"Kalau melihat kebijakan ini, memang demi peningkatan income pemerintah. Meskipun kami terbebani, ya memang itu kewajiban yang harus kita penuhi sebagai warga negara yang baik. Mal dan lapangan golf, saya kira yang mendapat NJOP paling fantastis," ujar Handaka.
Pada kesempatan berbeda, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan, penyesuaian NJOP mempengaruhi tingginya angka PBB perkotaan dan pedesaan. Kenaikan NJOP di Jakarta bervariasi, disesuaikan dengan lokasi wilayah. Mulai dari 120-240%.
Menurut dia, kenaikan NJOP ini sesuai dengan instruksi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, yang menginginkan PBB menjadi sektor pajak daerah yang menjadi unggulan. Selain itu, selama empat tahun, besaran NJOP tidak mengalami kenaikan. Padahal harga pasar telah melonjak cukup signifikan.
Warga yang keberatan bisa mengajukan permohonan keringanan dengan memenuhi persyaratan yang ada. Namun, besaran pengurangan maksimal 75% dari nilai PBB yang harus dibayarkan. "Tapi, sebenarnya NJOP yang baru harganya masih di bawah harga pasar sesungguhnya di lapangan," ujar Iwan.(Kurnia Sari Aziza)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News