kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45925,51   -5,84   -0.63%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Keputusan tepat Medco kembangkan bisnis migas


Selasa, 27 September 2016 / 16:00 WIB
Keputusan tepat Medco kembangkan bisnis migas


Reporter: Azis Husaini, Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

Senjakala bisnis minyak dan gas bumi rupanya tak membuat konglomerat Arifin Panigoro berhenti ekspansi. Di kala harga minyak hanya US$ 40 per barel, pria kelahiran Bandung tahun 1945 ini malah membuat kejutan, yakni mengakuisisi 82,2% saham PT Newmont Nusa Tenggara pada Juni 2016.

Pembelian ini akan disahkan pada RUPS pada 30 September mendatang. Tak berhenti di Newmont, Arifin kembali mengakuisisi 40% saham aset dari perusahaan Amerika Serikat di Blok B South Natuna.

Hilmi Panigoro, Presiden Direktur Medco Energi International Tbk, menegaskan, Medco merupakan perusahaan dengan label cost leader. "Saat harga US$ 100 per barel, cost kami US$ 25 per barel. Sekarang harga US$ 40 per barel, cost kami US$ 10 per barel," ungkap dia, pertengahan September 2016 kepada KONTAN di kantornya di Gedung Energy, Jakarta.

Penurunan itu lantaran perusahaan tidak melakukan kegiatan eksplorasi. Selain itu, meminimalkan belanja modal, tapi tidak mengurangi karyawan. 
Latar belakang akuisisi tersebut berkaca pada saat harga minyak mentah jatuh dan utang perusahaan sekitar US$ 1,5 miliar. Perusahaan harus berpikir keras menyelamatkan perusahaan. "Apakah menjual aset atau membeli aset. Pilihan akhirnya adalah membeli aset," kata dia.

Soal opsi membeli aset, Hilmi berdebat panjang selama 1,5 tahun dengan manajemen. Manajemen cenderung konservatif dengan menginginkan utang sekecil mungkin. "Tetapi pemilik harus beda, nah, ketemu di tengah-tengah," ungkapnya. 

Mereka melihat, aset Newmont oke karena harganya sedang miring. "Yang penting ada kepercayaan dari bank. Alhamdulillah, walau pun utang Medco banyak, dalam history ini kami tidak pernah mengemplang pajak maupun lupa  membayar kewajiban kami," kata dia.

Jadilah, tiga bank lokal, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan BNI setuju meminjamkan  US$ 750 juta ke Medco, sisanya kas pribadi dan pinjaman luar negeri. Medco berniat mengembangkan bisnis tambang emas di Batu Hijau dan membangun smelter.  

Bukan perusahaan migas

Masuknya Medco ke pertambangan emas, tak lepas dari proses transformasi bisnis yang terus dijalankan grup usaha itu.  Pada awalnya Medco hanya sebuah perusahaan instalasi listrik, tepatnya pada tahun 1970-an. 

Arah bisnis berubah beberapa kali menjadi perusahaan menyediakan pipa, hingga menjadi perusahaan drilling migas. "Tahun 80-an Pak Arifin membeli satu rig. Satu-satunya perusahaan pribumi yang menyediakan jasa pengeboran minyak di atas 1.500 power," kata Hilmi
Saat itu, satu rig milik Arifin menjadi klien di Hafco tempat Hilmi bekerja. "Saat itu satu milik Arifin dan tujuh unit milik Parker, perusahaan drilling Amerika." kata dia. 

Arifin saat itu membajak orang Parker bekerja di Medco. Seiring berjalannya waktu, di tahun 1990 keadaan berbalik. Rig Medco menjadi tujuh unit dan Parker hanya satu unit.

Saat usaha kian besar, Arifin mengajak sang adik yang sudah 10 tahun berkarier di Hafco  sebagai Chief Geologist. Hilmi pun akhirnya mundur dan membesarkan Medco bersama kakaknya. "Saya katakan sama Arifin, bisnis minyak itu bukan menyediakan pengeboran, tapi harus mempunyai produksi," kata dia

Maka, tahun 1991 Hilmi keluar dari Hafco, langsung membidani akuisisi pertama Medco terhadap Tesoto. Bersamaan  akuisisi Tesoto, kata Hilmi, tahun 1992, Medco membeli rig offshore dan menjadi klien terbesar Total EP di Blok Mahakam. "Tahun 1994 lengkap, biggest market share onshore dan IPO," kata dia.

Kini, empat dekade berdiri, Medco masih berkibar di bisnis migas. Bahkan boleh dibilang, perusahaan ini tercatat sebagai perusahaan migas swasta terbesar di Tanah Air.        

Sempat dua kali ingin dilego        

kesuksesan tak semudah membalikkan telapak tangan. Di balik kesuksesan Arifin Panigoro Pemilik Medco Group terselip upaya sulit mempertahankan perusahaan. Bahkan Medco sempat ingin dijual dua kali, karena bisnis memang sedang layu. Namun, karena kesabaran dan sedikit keberuntungan, Medco berhasil bangkit.

Hilmi Panigoro Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk, mengungkapkan, isu Medco akan dijual ke Pertamina saat tahun 2010 lalu tidak benar, yang benar saat itu PT Pertamina EP akan dimerger dengan Medco Energi. Dan Medco Energi sebagai perusahaan publik akan menjadi vehicle. "Memang Pertamina akan memasukan banyak aset, jadi memang share Pertamina akan mayoritas di Medco, itu rencananya," kata dia. 

Saat itu, ide merger itu datang dari mantan Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno yang kemudian menyewa konsultan McKinsey & Company dengan usulan, jika bisnis Pertamina EP ingin melesat, harus masuk menjadi perusahaan publik "Saat itu pilihannya masuk ke Medco, itu pas zaman Bu Karen Agustiawan," kata dia.

Saat itu semua perjanjian jual beli sudah disiapkan, tapi tiba-tiba DPR tidak menyetujui. "Itu last minutes. Negosiasinya hampir selesai, pemegang saham sudah setuju, idenya mau menjadikan Indonesia Incorporated, kerjasama swasta dan pemerintah," kata dia.

Lalu ada lagi soal rencana penjualan Encore International Pte Ltd oleh perusahaan milik Kiki Barki, pemilik Harum Energy. rencana penjualan karena saat itu harga minyak turun. "Pernah terjadi pembicaraan dan hampir ada kesepakatan, Harum Energy masuk ke MedcoEnergi, tapi tidak jadi," terangnya.

Alhasil karena tidak mencapai kesepakatan, Kiki Barki dan Arifin Panigoro menyatakan keputusan lain, yakni mendirikan perusahaan bersama, dengan nama Medco Pacifik Resources (MPR) yang bergerak di bidang Ketenagalistrikan. 

Dua kejadian ini, karena memang sudah kuasa Tuhan. "Tidak ada segala sesuatu itu tanpa izinnya, dan ini jalannya," imbuh dia. Saat ini, Hilmi menegaskan, Medco masih milik keluarga Panigoro.

Dia bilang, ke depan Medco akan dikelola oleh profesional. Saat ini memang benar, putra Arifin Panigoro ada di jajaran komisaris. Namun demikian, Medco akan mengedepankan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan. "Kami ini mempunyai komisaris tiga mantan Menteri  yakni M. Lutfi, Bambang Subianto dan Marsilam Simanjuntak," katanya.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×