Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyebut keputusan China memperpanjang bea masuk anti-dumping (BMAD) sebesar 20,2% terhadap produk baja nirkarat (stainless steel) asal Indonesia berpotensi memicu efek domino, termasuk penurunan harga bijih nikel dalam negeri.
Sebagai informasi, produksi nikel di Indonesia umumnya berasal dari bijih nikel laterit yang terdiri atas dua jenis utama, yakni limonit dan saprolit.
Saprolit dikenal sebagai bahan baku utama dalam produksi stainless steel karena kandungan nikel yang tinggi.
Baca Juga: IMA: Diversifikasi Pasar Kunci Hadapi Bea Masuk Anti-Dumping China
Dewan Penasehat APNI Djoko Widajatno mengatakan, kebijakan BMAD dari China akan menekan ekspor stainless steel Indonesia.
Kondisi ini kemudian menurunkan permintaan terhadap nikel saprolit yang menjadi bahan baku utama produk tersebut.
"Jika permintaan terhadap nikel saprolit menurun, terutama dari China sebagai pasar utama, maka secara otomatis harga bijih nikel akan tertekan. Dampaknya akan terasa pada penerimaan negara dari sektor ini, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," ujar Djoko, Selasa (8/7).
Lebih lanjut, Djoko memperingatkan bahwa penurunan permintaan juga berisiko menyebabkan overkapasitas produksi hingga stagnasi pada smelter pirometalurgi, khususnya yang berada di kawasan industri seperti Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
"Ada potensi overkapasitas dan stagnasi pada smelter-smelter yang mengolah bijih nikel menjadi stainless steel," imbuhnya.
Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham Emiten Nikel, Terdampak Kebijakan BMAD Baja Nirkarat China
Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut, APNI mendorong pemerintah agar segera melakukan diplomasi perdagangan dengan China, termasuk upaya renegosiasi BMAD ataupun pembentukan skema price undertaking (penetapan harga minimum ekspor).
"Langkah diplomasi dan renegosiasi sangat diperlukan untuk mengurangi tekanan pasar. Selain itu, diversifikasi pasar tujuan ekspor seperti India, negara-negara ASEAN, Timur Tengah, dan Afrika juga perlu segera dilakukan," saran Djoko.
APNI juga menilai bahwa pemerintah perlu menyeimbangkan strategi hilirisasi antara pirometalurgi (untuk stainless steel) dan hidrometalurgi (untuk baterai kendaraan listrik/EV).
"Jangan sampai sektor stainless steel tersingkir karena euforia industri baterai EV. Keseimbangan strategi hilirisasi penting agar industri nikel nasional tetap berkelanjutan dan tangguh menghadapi dinamika global," tutup Djoko.
Selanjutnya: IHSG Hari Ini Berpeluang Terangkat Euforia IPO
Menarik Dibaca: Cek Daftar Gift Code Ojol The Game 9 Juli 2025 Paling Update Berikut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News