Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi kewajiban memasok batubara ke pasar dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) masih di bawah target. Data per September menunjukkan, perusahaan batubara baru memasok untuk DMO sebesar 74,86 juta ton, atau setara dengan 61,87 dari target sampai akhir tahun sebesar 121 juta ton.
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, kemampuan perusahaan batubara untuk memasok ke pasar domestik memang bervariasi. Ia bilang, kemampuan yang bervariasi itu mempertimbangkan sejumlah faktor, antara lain soal spesifikasi batubara yang dapat terserap oleh pasar domestik, termasuk juga soal harga batubara DMO.
“Bagi yang belum memenuhi, kesulitannya spesifikasi produknya yang tidak bisa diserap oleh PLN atau industri domestik lainnya. Rata-rata kalorinya antara 4.000-5.000, 4.700 terbanyak. Soal harga, Dmo sebelumnya menggunakan ahrga pasar, sekarang ahrga khusus US$ 70,” kata Hendra kepada Kontan.co.id, Selasa (16/10).
Sebelumnya, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan bahwa pihaknya akan mendorong pemenuhan DMO sesuai target. Bambang bilang, dengan adanya rekonsiliasi data dan juga transfer kuota, pihaknya optimistis pemenuhan DMO bisa mencapai target. “Semoga, harusnya begitu. Mereka juga kan bisa transfer kuota. Sehari juga bisa selesai, masalah dokumen saja, udah jalan” ungkap Bambang.
Mengenai transfer kuota, menurut Hendra, di lapangan skema tersebut memang telah dijalankan. Namun, transaksi tersebut masih menunggu legalisasi dari Kementerian ESDM.
“Jadi transaksi pembelian kuota itu sudah berlangsung. Tapi bagi yang sedang dan sudah melakukan, masih menunggu bukti pengesahan. Jadi lebih ke persoalan teknis administrasi,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Subdirektorat Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Dodik Ariyanto membenarkan hal tersebut. Dodik menyebut, saat ini Ditjen Minerba tengah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai prosedur evaluasi dan mekanisme administrasi dalam pengesahan transfer kuota.
Dodik mengungkapkan saat ini skema transfer kuota memang telah berjalan secara Bussiness to Bussiness (B to B). Tak kurang dari 20 perusahaan yang sudah mengajukan transfer kuota, namun belum dapat disahkan.
“Beberapa perusahaan tambang telah melakukan transfer kuota secara B to B, namun belum ada yang disahkan. Sudah ada kurang lebih 20 perusahaan yang mengajukan transfer kuota, namun menunggu SOP-nya terbit,” jelas Dodik.
Namun, Dodik tidak menyebut kapan SOP itu bisa diterbitkan. Yang jelas, ia memastikan bahwa SOP tersebut kan berlaku untuk tahun ini. “Secepatnya. ini lagi kita rancang waktunya, yang jelas untuk tahun ini,” tambah Dodik.
Soal perusahaan mana saja yang telah memenuhi kewajiban DMO, Dodik belum bisa mengeluarkan data pastinya. Begitu pun saat ditanya soal realisasi dari target pemenuhan DMO pada tahun ini. Ia bilang, untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, pihaknya masih harus menunggu hasil evaluasi dan rekonsilisasi data. “Masih kami evaluasi. Seperti halnya data produksi, baru kelihatan setelah rekonsiliasi akhir Oktober ini,” imbuhnya.
Soal besaran total DMO, Dodik berujar bahwa angka 121 juta ton itu merupakan proyeksi dari kebutuhan kelistikan dan industri domestik sepanjang tahun ini. Sehingga, menurutnya, jika akhir tahun nanti realisasinya ada di bawah angka tersebut, maka bisa jadi itu karena kebutuhan dalam negeri yang mengalami penurunan.
“Sebenarnya tergantung kebutuhan, posisi kita saat ini kebutuhan domestik terpenuhi. Jadi kalau ternyata sampai akhir tahun kurang dari itu (121 juta ton), itu bukan berarti kebutuhan dalam negeri tidak terpenuhi,” ungkapnya.
Soal serapan batubara oleh industri dalam negeri pun juga menjadi kekhawatiran bagi pengusaha batubara. Hendra menjelaskan, pengusaha khawatir jika di satu sisi ia tidak bisa memenuhi kewajiban DMO 25% dari total produksi karena produk yang tidak sesuai dengan kebutuhan dalam negeri, namun di sisi lain kuota berlebih itu pasti berbatas, sehingga bisa jadi ada perusahaan yang tidak terbagi transfer kuota.
Apalagi, skema ini dilakukan secara B to B, termasuk dalam penentuan harga, dimana sangat mungkin terjadi dengan jumlah dan waktu yang terbatas, harga akan menjadi tinggi. Namun, kewajiban pemenuhan DMO harus tetap terpenuhi jika perusahaan tak ingin terkena sanksi pemotongan kuota produksi untuk tahun 2019 mendatang.
Hendra berujar, hal ini pun tak hanya menjadi dilema bagi pengusaha, namun juga bagi pemerintah. “Dikhawatirkan kuota terbatas, sementara jika tidak memenuhi, ada sanksi pengurangan produski, berupa empat kali dari realisasi DMO. Dilematis juga untuk pemerintah, karena harus menjaga pasokan untuk dalam negeri terutama PLN, tapi juga harus menjaga bisnis, produksi dan ekspor batubara,” ungkapnya.
Untuk menyiasati hal tersebut, Ketua Umum APBI Pandu P. Sjahrir mendorong adanya substitusi pemenuhan DMO bagi perusahaan yang belum dapat memenuhi kewajibannya. Substitusi itu bisa dalam bentuk penyerahan langsung ke negara seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan menghitung besaran nilai DMO yang belum dipenuhinya.
“Wacana paling pas itu langsung ke pemerintah dalam bentuk PNBP untuk penambahan pendapatan. Bentuknya bisa berupa berapa dollar per ton. Menurut saya itu akan lebih fair,” ujar Pandu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News