kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kewenangan realokasi frekuensi jangan sampai melanggar aturan


Senin, 06 Mei 2019 / 19:21 WIB
Kewenangan realokasi frekuensi jangan sampai melanggar aturan


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam waktu dekat Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana menerbitkan aturan mengenai merger dan akuisisi (M&A) di industri telekomunikasi. Memang hingga saat ini belum ada regulasi yang spesifik mengatur mengenai M&A di industri telekomunikasi. Meski belum ada aturan, kenyataannya sudah ada perusahaan telekomunikasi yang menjalankan M&A.

Seperti XL Axiata dengan Axis atau Indosat dengan Satelindo. Jadi sebenarnya konsolidasi itu tanpa tambahan aturan sebenarnya sudah bisa jalan. Namun yang menjadi masalah adalah mengenai frekuensi. Hingga saat ini belum ada aturan yang spesifik mengatur mengenai kepemilikan frekuensi hasil merger perusahaan telekomunikasi. Kominfo akan membuat regulasi yang mengatur perhitungan mengenai berapa besar alokasi frekuensi yang layak bagi perusahaan telekomunikasi hasil M&A. "Kita tak bisa mengubah filosofi yang ada di UU, frekuensi bisa langsung ditransfer kepada perusahaan hasil M&A. Jika itu sampai terjadi maka akan melanggar peraturan perundangan yang ada. Frekuensi adalah milik negara bukan perusahaan. Jadi aturan yang baru nanti kita dipastikan tak akan mengubah filosofi awal tentang kepemilikan frekuensi," papar Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kominfo Ismail.

Mengacu penjelasan PP 53 tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit, spektrum frekuensi radio dan orbit satelit merupakan sumber daya alam terbatas, dan penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya. Sementara itu di pasal 25 PP 53 tahun 2000 menegaskan, pemegang izin stasiun radio yang telah habis masa perpanjangannya dapat memperbarui izin stasiun radio melalui proses permohonan izin baru. Selain itu izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan menteri.

Saat ini Kominfo telah membuat draf aturan mengenai pengaturan frekuensi pasca konsolidasi industri telekomunikasi. Pertama, frekuensi seluruhnya dikembalikan ke operator. Kedua, sebagian frekuensi operator seluler setelah konsolidasi ditarik kemudian dilelang. Dan ketiga adalah sebagian ditarik kemudian ditahan dulu untuk beberapa saat dan nantinya akan di reaalokasikan kepada perusahaan hasil konsolidasi. 

Sekretaris Jenderal Pusat Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB Mohammad Ridwan Effendi menjelaskan, draf soal frekuensi yang akan ditarik sebagian kemudian ditahan dulu untuk beberapa saat dan nanti akan direaalokas kepada perusahaan hasil konsolidasi, berpotensi melanggar UU telekomunikasi dan PP 52 dan 53 tahun 2000.  "Prosedur yang ada di dalam perundang-undangan adalah frekuensi dikembalikan dahulu kepada negara dalam hal ini Menkominfo. Selanjutnya Menkominfo harus melakukan evaluasi menyeluruh terdapat operator telekomunikasi yang akan melakukan konsolidasi,"terang Ridwan, dalam penjelasan tertulis, Senin (6/5).

Contoh yang terjadi,  ketika merger antara XL Axiata dengan Axis. Setelah XL dan Axis memutuskan untuk melakukan konsolidasi, Menkominfo melakukan evaluasi menyeluruh. Setelah evaluasi dilakukan, Menkominfo memerintahkan agar 10 Mhz frekuensi Axis harus dikembalikan kepada negara. Setelah Axis mengembalikan frekuensi, Menkominfo merealokaaikann lagi sisa frekuensi yang tersisa kepada Axis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×