Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Adi Wikanto
Bojonegoro. Setelah dihentikan produksinya pada 20 Januari lalu, PT Tri Wahana Universal (TWU) saat ini sedang menunggu kepastian dari pemerintah terkait penetapan formula harga dari mulut sumur.
Pasalnya kilang mini swasta pertama di Indonesia ini baru beroperasi sejak lima tahun lalu. Lalu produksinya dihentikan karena tidak lagi mendapatkan pasokan minyak mentah sejak 16 Januari lalu.
Selama ini pasokan minyak mentah TWU berasal dari fasilitas Early Oil Expansion (EOE) dan Early Production Facility (EPF) Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu dengan total 16.000 barel per hari (bph) dengan formula harga mulut sumur.
Dengan terhentinya produksi sementara ini, TWU mengalami potensi kerugian atau hilangnya potensi pendapatan (opportunity lost) sekitar US$ 480 ribu atau lebih dari Rp 6 miliar per hari dengan asumsi harga minyak US$ 30 per barel.
Pemerintah memang memiliki program pengembangan kilang, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 146 tahun 2015 mengenai pelaksanaan pembangunan kilang minyak di Indonesia, yang terbit pada Desember 2015 lalu.
Perpres ini sebagai landasan dasar ketetapan Peraturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang kilang mini yang saat ini masih difinalisasi.
Menurut Direktur Utama sekaligus Founder TWU Rudy Tavinos, kilang mini merupakan salah satu solusi dari permasalahan terbatas dan mahalnya pembangunan kilang minyak di Indonesia.
“Jumlah kilang minyak di Indonesia sampai saat ini masih bisa dihitung dengan jari. Kilang minyak nasional terakhir di Indonesia dibangun 20 tahun yang lalu,” kata Rudy di kilang mini TWU Bojonegoro pada Kamis (10/03).
Selain terciptanya multiplier effect untuk masyarakat sekitar kilang, keberadaan kilang mini TWU juga berkontribusi positif untuk ketahanan energi daerah, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah.
TWU telah menyumbangkan kontribusi pajak yang cukup signifikan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat dengan total lebih dari Rp 311 miliar pada tahun lalu.
Hingga Februari lalu, TWU masih melakukan penjualan berupa HSD atau solar sebanyak 28.373 kiloliter (KL), Low Sulphur Waxy Residue (LSWR) sebanyak 27.185 KL, dan naptha atau SRG sebanyak 1.380 KL.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News