Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri sawit mensinyalkan adanya kondisi penumpukan di tangki kilang sawit. Tak hanya itu, juga ada permasalahan pada distribusi logistik karena pengadaan kapal ditarik untuk pengiriman biodiesel. Efeknya bisa berimbas pada panen Tandan Buah Segar petani.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menjelaskan, secara nasional baik dari sisi pemerintah dan swasta, kapasitas tangki kilang sawit adalah 4,8 juta ton. "Sekarang sudah 4,6 juta ton, sudah hampir penuh," katanya, Kamis (25/10).
Angka tersebut merupakan stok pada Agustus, oleh karenanya Sahat menghimbau pemerintah dan swasta membuat kebijakan atau aksi korporasi penambahan tangki. Pasalnya, bila tidak melakukan penambahan tangki, petani justru bisa melakukan penundaan panen karena khawatir tidak ada penyerapan.
"Karena memang lagi penuh, bagaimana? Diproses, ditaruh dimana," kata Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholders Engagement Sinarmas Agribusiness and Food Agus Purnomo.
Tapi kondisi tersebut menurutnya paling mungkin terjadi pada petani swadaya yang tidak memiliki off-taker pasti, seperti halnya petani inti plasma.
Adapun menurutnya, kondisi kilang Sinarmas Agribusiness sama halnya dengan perusahaan lain, artinya hampir penuh. Ia juga menyatakan kini memiliki 47 pabrik pengolahan (mills) dan ada lagi tambahan 247 unit di luar milik mereka. Angka produksi tahunannya di kisaran 2,8 - 2,9 juta ton CPO dan PK (Palm Kernel).
Tapi masalah di industri sawit tak hanya di kilang, juga di logistik distribusi. Agus menyatakan pengadaan kapal untuk industri sawit kini terseret karena kebutuhan kapal untuk pengiriman biodiesel.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Togar Sitanggang. "Terkesan oversuplai karena logistiknya kan terhambat dengan kapal. Beberapa kapal yang harusnya CPO itu kan dipaksakan ke biodiesel," katanya.
Walau hanya beberapa kapal, namun cukup mempengaruhi. Menurutnya, terjadi peralihan 5-10 kapal tingkat nasional dengan kapasitas 2.000 ton masing-masing kapal. Efeknya, terjadi perjalanan berulang
Multiplayer efeknya panjang. Karena ada penundaan pembelian TBS dan CPO, maka industri pengolahan tunda pembelian TBS di tingkat petani.
Tapi dalam pandangan Togar, harga TBS tidak berubah drastis karena pada tingkat petani inti masih mengacu pada penentuan harga tiap Dinas Perkebunan per Provinsi. Strategi refinery pun mengkalkulasi ulang hasil produksinya.
"Kalau tingkat asamnya di atas 4, harus ada dipotong, bukan menekan. Itu konsekuensinya kalau minyaknya jelek," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News