kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kinerja Kapuas Prima Coal (ZINC) di Kuartal I 2023 Melemah, Ini Biang Keroknya


Jumat, 30 Juni 2023 / 12:45 WIB
Kinerja Kapuas Prima Coal (ZINC) di Kuartal I 2023 Melemah, Ini Biang Keroknya
ILUSTRASI. Kinerja PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) di kuartal I-2023 kurang memuaskan


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan di kuartal I 2023 karena pendapatan mengalami penurunan dan merugi. Ada sejumlah faktor yang memberatkan kinerja ZINC di awal tahun ini, mulai dari harga komoditas yang belum stabil hingga naiknya biaya logistik.

Melansir laporan keuangan ZINC hingga akhir Maret 2023, penjualan turun 26% year on year (YoY) menjadi Rp 151,3 miliar dari sebelumnya Rp 204,5 miliar di akhir Maret 2022.

Direktur Utama ZINC, Harjanto Widjaja menjelaskan, penjualan ZINC di awal tahun ini mengalami penurunan, faktor penyebabnya ialah nilai komoditas yang menurun.

Dia menceritakan, di awal 2022 pihaknya sempat mengalami peningkatan yang signifikan pada nilai komoditas seng dan timbal. Pada tahun lalu rata-rata komoditas seng sekitar US$ 2.900 per ton dan timbal sekitar US$ 2.100 per ton.

“Sedangkan di awal 2023 sampai sekarang komoditas seng harganya turun menjadi US$ 2.200 per ton, timbal masih agak stabil main di US$ 2.000- US$ 2.100 per ton. Sedangkan perak sejenis logam mulia harga cukup stabil antara US$ 22 per ons troi,” jelasnya dalam paparan publik secara virtual, Rabu (28/6).

Harjanto menjelaskan, saat ini permintaan seng dan timbal di pasar internasional sedang menurun sedangkan pasokannya bertambah. Hal ini yang menyebabkan harga kedua komoditas ini melemah.

Baca Juga: Kapuas Prima Coal (ZINC) Dapat Relaksasi Ekspor Timbal dan Seng Hingga Mei 2024

Kemudian, dari sisi laba kotor pihaknya mencatatkan penurunan 43,9% yoy menjadi Rp 40,3 miliar, kemudian laba usaha turun 60,5% yoy menjadi Rp 15,7 miliar, EBITDA juga menurun 49,11% menjadi Rp 28,7 miliar. Alhasil laba bersih ZINC tercatat rugi Rp 6,9 miliar dari sebelumnya untung Rp 19,9 miliar di kuartal I 2022.

Sejalan dengan nilai komoditas yang turun, ZINC juga merasakan dampak kenaikan biaya operasional dari sisi logistik lantaran harga bahan bakar minyak (BBM) yang naik, kemudian akibat perang Rusia-Ukraina harga gas juga meningkat.

“Sampai sekarang pun (harga energi) masih belum balik seperti sebelum perang Rusia-Ukraina. BBM masih di harga Rp 15.000 per liter sedangkan untuk logistik kapal tongkang itu semuanya ada domino effect dari peningkatan harga tersebut,” terangnya.

Meski di awal tahun kinerja ZINC belum cukup memuaskan, Harjanto berharap di paruh kedua tahun ini kondisi bisa membaik. Dia berharap harga komoditas mengalami kenaikan dan kondisi logistik kembali normal.

Harjanto mengungkapkan, di sepanjang 2023 manajemen ZINC berharap target pendapatan bisa mencapai Rp 800 miliar dengan asumsi kondisi harga komoditas seng bisa rebound ke US$ 2.800 hingga US$ 3.000 per ton dan komoditas timbal bisa bergerak di sekitar US$ 2.000 hingga US$ 2.100 per ton. Sedangkan untuk harga besi kadar 62% diharapkan bisa di level US$ 120 hingga US$ 150 per ton.

“Kami juga akan meningkatkan kapasitas produksi baik besi dan galena. Tapi kalau dilihat harga besi masih cenderung ada penurunan, sepertinya,” tandasnya.

Sebagai informasi, ZINC adalah perusahaan penambangan bijih besi (Fe) dan galena (Pbs) yang  dikenal luas sebagai produsen konsentrat timbal (Pb) dan konsentrat seng ( Zn).

 

ZINC mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2010 dan menjalankan kegiatan usaha pertambangan. Kegiatan usahanya dikelola sesuai dengan izin usaha pertambangan (IUP) yang dimilikinya seluas 5.569 hektar yang terletak di Desa Bintang Mengalih, Kecamatan Belantikan Raya, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah.

ZINC mengantongi kuota ekspor konsentrat sebesar 17.500 ton timbal per-tahun dan 46.000 ton seng pertahun.

Sampai dengan saat ini, pihaknya masih menjual konsentrat seng dan timbal ke luar negeri lantaran smelter untuk kedua komoditas tersebut belum beroperasi. Smelter timbal masih dalam proses trial and error, sedangkan smelter seng masih tahap pembangunan yang diproyeksikan selesai pada kuartal III 2024 mendatang.

Sedangkan untuk komoditas besi, setelah dilakukan proses wasing, crushing, lalu flotasi, akan menghasilkan konsentrat besi yang langsung dijual di dalam negeri, khususnya ke smelter besi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×