Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten sektor poultry pada paruh pertama tahun 2018 terlihat positif. Performa ini karena didukung oleh tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi telah melampaui kerugian akibat selisih kurs.
Achmad Dawami, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) menyatakan kinerja positif ini merupakan respon terhadap tingginya konsumsi masyarakat Indonesia pada protein hewani dalam bentuk ayam.
"Kita tidak pernah perhitungkan daya beli dan kesadaran masyarakat sudah menginjak pada pemahaman konsumsi protein hewani jadi kewajiban," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (31/7).
Menurutnya hal ini juga didukung oleh mudahnya akses masyarakat pada makanan siap saji berupa fried chicken yang terlihat dari besar pesanan dan jumlah restoran.
Ke depan, Achmad melihat kinerja industri poultry dan peternak rakyat akan terus mendaki. Ia memperkirakan akan ada kenaikan 8-9% pada produksi day old chicken (DOC) yang diikuti oleh naiknya tingkat konsumsi sebesar 14%-15% dibandingkan tahun lalu.
Asal tahu, mengutip pemberitaan laporan keterbukaan sejumlah emiten, emiten PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) menunjukkan penguatan revenue 2,71% menjadi Rp 25,61 triliun year on year. Laba bersihnya naik 59,68% jadi Rp 2,43 triliun.
Kemudian PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) catat revenue yoy naik 13,78% jadi Rp 3,07 triliun. Laba bersih meroket 359,44% jadi Rp 123,71 miliar.
Tak hanya itu, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) catat revenue naik 18,2% Rp 16,7 triliun. Laba bersih juga naik drastis 146,23% ke Rp 1,11 triliun. PT Sierad Produce Tbk (SIPD) catat revenue naik 17,69% Rp 1,42 triliun. Laba bersih untung di Rp 47,67 miliar dari yoy rugi Rp 51,1 miliar.
Maka menurutnya, meski dollar AS berpengaruh besar pada komponen pangan pakan ternak yang mana setara 60% impor, tapi konsumsi masyarakat menyokong pertumbuhan kinerja emiten dan peternak ayam.
Mengutip pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, analis Danareksa Adeline Solaiman menyatakan kinerja emiten poultry masih bakal kuat karena disokong oleh harga ayam broiler dan DOC yang jadi relatif tinggi. Ibaratnya, terjadi subsidi beban kurs dengan harga jual produk jadi yang lebih tinggi.
Dalam perhitungannya, pada periode year-to-date hingga Juni, harga ayam broiler mengalami kenaikan sebesar 21,5% dan DOC naik 21,4%.
Hal ini nampaknya jadi benar karena depresiasi dollar hingga 8% yang sebabkan rupiah sempat bertengger di Rp 14.500 tidak merusak kinerja emiten poultry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News