Reporter: Elisabeth Adventa, Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
Karet
Harapan pelaku industri karet untuk mereguk untung ternyata hanya sesaat, karena kenaikan harga karet global yang terjadi akhir tahun lalu tak berlanjut di tahun ini.Azis Pane, Ketua Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) mengatakan harga karet saat ini jatuh dibandingkan akhir tahun lalu. Jika akhir tahun lalu harga karet global bisa mencapai sekitar US$ 2,58 per kg, maka harga rata-rata di kuartal I-2017 hanya sekitar US$ 2,25 per kg.
Berbagai faktor telah membuat harga karet global anjlok, salah satunya pergantian kebijakan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump serta meningkatnya tensi keamanan di Semenanjung Korea yang membuat permintaan karet anjlok.Akibatnya saat ini harga karet di tingkat petani juga anjlok.
Setelah sempat menyentuh angka tertinggi di kisaran Rp 11.000 - Rp 12.000 per kg, kini petani harus rela menerima harga karet di kisaran Rp 5.000 - Rp 7.000 per kg. Karena itu, ke depan, Azis mengatakan, prospek harga karet masih dilanda ketidakpastian. Itulah sebabnya negara produsen karet harus kembali duduk bersama untuk mengatasi masalah ini.
Jagung
Ada yang berbeda dari kebijakan pemerintah dalam komoditas jagung tahun ini. Penutupan keran impor sepenuhnya membuat para importir jagung yang didominasi industri pakan ternak harus menyerap jagung lokal.
Padahal, bisa dibilang harga jagung impor sepanjang awal tahun ini cukup stabil dalam kisaran US$ 3,69 per busel atau jika dikonversi dalam rupiah di bawah Rp 2.000 per kg.
Namun hal ini tak mempengaruhi apapun. Sebab industri pakan harus bergantung pada jagung lokal yang ditetapkan harganya sebesar Rp 3.150 per kg.Hanya saja, pada praktek di lapangan, harga jagung lokal ternyata jauh lebih mahal ketimbang harga yang ditetapkan pemerintah.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo menyebut, harga jagung lokal pada awal tahun ini berada di atas Rp 4.000 per kg. "Bahkan, sejak April harganya sudah Rp 4.400 per kg," ujarnya.
Ia bilang kenaikan harga jagung lokal ini dipicu oleh kekhawatiran berkurangnya produksi dan tingginya minat industri pakan ternak. Apalagi, harus diakui meskipun ada panen jagung, tapi hanya panen di daerah tertentu saja yang bisa diserap industri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News