Reporter: Noverius Laoli | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pengusaha tahu dan tempe yang tergabung dalam Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan bebas impor kedelai. Mereka meminta agar pemerintah menata kembali tataniaga impor kedelai, agar bisa pro produsen tahu tempe juga petani kedelai.
KOPTI meminta agar pemerintah menerapkan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2013 tentang tataniaga kedelai. Dalam aturan itu Bulog ditetapkan sebagai penentu harga, karena kedelai dianggap sebagai komoditas strategis. "Kalau kebijakan ini tetap dipertahankan maka kita sulit swasembada kedelai. Maka harus ada perubahan tataniaga impor," ujar Pengurus KOPTI Aip Syaifuddin kepada KONTAN, Rabu (14/1).
Permintaan tersebut disampaikan dalam pertemuan dengan Menteri Perdagangan Rachmad Gobel di Jakarta, Jumat (9/1). Menurut Aip, kebijakan bebas impor kedelai itu telah membuat petani kedelai makin miskin dan mereka enggan menanam kedelai. Akibatnya, produsen tahu tempe semakin tergantung pada kedelai impor.
Dalam usulannya, KOPTI meminta agar pemerintah membedakan antara importir umum dan importir terdaftar atau importir produsen. Selain itu harus ada insentif untuk petani kedelai. Insentif itu bisa dalam bentuk pembangunan irigasi, pengairan, pemberian bibit unggul, dan pupuk. Dan usulan lainnya adalah bila hasil produksi kedelai masih belum mencukupi, pemerintah diminta membuka daerah-daerah yang tanahnya terbengkalai.
KOPTI mengusulkan agar pemerintah memusatkan daerah produsen kedelai agar memudahkan pembangunan infrastruktur dan efisiensi biaya produksi. Diharapkan dengan dipusatkannya daerah penghasil kedelai, produksi kedelai bisa meningkat menjadi 3 ton per 1 hektsre (ha) dari sebelumnya rata-rata 1,2 ton-1,4 ton produksi kedelai per 1 ha.
Biaya produksis juga diharapkan bisa turun menjadi antara Rp 3.000-Rp 3.500 per kilogram (kg) dari sebelumnya Rp 4.500-Rp 5.500 per kg. Pengurangan biaya produksi ini bisa terjadi bila penanam kedelai misalnya dilakukan di satu areal seluas 10.000 ha. Di situ tidak banyak petani yang mengolahnya, sebab bisa digunakan tenaga mesin seperti buldoser, membangun irigasi dan dengan begitu biaya produksinya bisa ditekan.
Menteri Perdagangan Rachmad Gobel meminta agar produsen tahu dan tempe membangun pabrik yang lebih mutakhir dan bukan seperti sekarang. Pemerintah meminta agar tahu dan tempe hasil produksi dalam negeri memiliki kualitas bagus alias higienis dan siap ekspor. "Pemerintah meminta agar kualitas produksinya seperti kualitas ekspor," tutur Rachmad.
Hal ini mendesak dipersiapkan mengingat pada akhir tahun 2015 ini, kebijakan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah diberlakukan. Pemerintah juga berjanji akan membantu menyediakan bibit kedelai dengan kualitas terbaik atawa kualitas pertama seperti yang digunakan di Amerika Serikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News