Reporter: Agustinus Beo Da Costa, Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Agar tak terjadi domino efek, pemerintah harus segera menyelesaikan polemik atas syarat kalori dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang 9 dan 10 di Sumatera Selatan. Pasalnya, mega proyek ini akan menjadi salah satu pemasok utama listrik di Jawa-Bali.
Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa menyarankan agar pelaksana tugas (plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Chairul Tanjung yang juga merangkap sebagai Menteri Perekonomian segera mengambil keputusan di dua bulan sisa pemerintahan SBY. "Merevisi Permen (Peraturan Menteri) ESDM Nomor 10/2014 tidak mungkin terlaksana dalam waktu singkat. Paling tidak ada kejelasan terkait tender PLTU 9 dan 10," ujar Fabby.
Sesuai rencana awal, proyek ini harus segera dieksekusi tahun ini. Dengan demikian, proses pembangunan proyek ini paling cepat bisa dimulai tahun depan atau 2016.
Ia khawatir, bila pemerintahan SBY belum juga mengambil kata sepakat, bisa dipastikan proyek penting ini bakal molor. Apalagi pemerintah baru Joko Widodo punya program prioritas lain yang harus segera direalisasikan sesuai janji kampanye.
Bila betul-betul molor, ia was-was akan terjadi krisis listrik di Jawa hingga Bali paling cepat 2017 atau 2018. "Kalau proyek pembangkit 3.000 megawatt (MW) ini mundur, krisisnya lebih parah," ucap Fabby cemas.
Bambang Triyono, General Manager and Head of Business Development PT Pendopo Energi Batubara, salah satu peserta tender proyek ini menyarankan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengkaji lagi syarat kalori batubara 3.000 kilo kalori per kilogram (kkal/kg) dalam proyek ini. Kalau perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan pemerintah baru.
Maklum, nilai proyek ini terbilang raksasa. Untuk pembangunan pembangkitnya saja menelan investasi US$ 3 miliar. Belum pembangunan jaringan transmisi dari Sumatera ke Jawa yang menelan dana US$ 2 miliar. Peserta tender dari proyek ini juga melibatkan investor global yang serius ingin berinvestasi di Tanah Air.
Sama seperti Fabby, Bambang juga menyarankan agar PLN menelaah kembali aturan syarat kalori di proyek tersebut. Pasalnya, sumber masalah dari kisruh ini adalah di tengah jalan secara tiba-tiba PLN memasukan klausul soal syarat minimal kalori tersebut. Ia berharap, dalam pengkajian beleid ini, semua pemangku kepentingan turut dilibatkan.
Supaya tidak terjadi persoalan serupa terulang kembali, Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta pemerintah dan instansi yang terlibat segera membuat cetak biru atau road map yang detil dan jelas soal pemanfaatan batubara berkalori rendah.
Pasalnya, bila memang betul di sekitar proyek PLTU 9 dan 10 banyak batubara berkalori rendah yang tidak laku dijual, ini bisa dimanfaatkan dalam proyek ini. APBI pun bersedia menjembatani dialog antara peserta tender yang punya batubara berkalori 3.000 kkal per kg dengan pemerintah dan PLN mengenai Permen ESDM ini. Jika pemerintah enggan berdialog, APBI mengancam mengajukan judicial review aturan ini ke Mahkamah Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













