kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,77   -22,96   -2.48%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lakukan efisiensi, Garuda Indonesia tawarkan pensiun dini hingga fokus bisnis kargo


Selasa, 28 Juli 2020 / 16:50 WIB
Lakukan efisiensi, Garuda Indonesia tawarkan pensiun dini hingga fokus bisnis kargo
ILUSTRASI. Pesawat Garuda Indonesia. Babak belur terhantam pandemi, ini sejumlah langkah efisiensi yang dilakukan Garuda Indonesia (GIAA). REUTERS/Darren Whiteside/File Photo


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tengah membutuhkan pembiayaan senilai Rp 9,5 triliun agar tetap beroperasi di tengah terpaan badai pandemi Covid-19. Opsi dana talangan dengan skema mandatory convertible bond diusung perseroan.

GIAA melaporkan posisi pinjaman ke lembaga perbankan dan keuangan lebih besar dari posisi arus kas perseroan per 1 Juli 2020. Posisi cash flow atau arus kas perseroan hanya sekitar US$ 14,5 juta per 1 Juli 2020. Dengan posisi arus kas itu, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melaporkan pinjaman ke bank dan lembaga keuangan senilai US$ 1,3 miliar per 1 Juli 2020.

Baca Juga: Bisnis Garuda Indonesia berdarah-darah, ini saran pengamat

Irfan membeberkan saldo utang usaha dan pinjaman emiten berkode saham GIAA itu mencapai US$ 2,22 miliar per 1 Juli 2020. Nilai itu terdiri atas US$ 905 juta dari operasional, pinjaman jangka pendek US$ 608 juta, dan pinjaman jangka panjang US$ 645 juta. Sementara untuk pinjaman jangka panjang, terdapat pinjaman berbentuk sukuk senilai US$500 juta.

Sebagai salah satu jalan keluar, GIAA meminta dana talangan kepada pemerintah senilai Rp 8,5 triliun. Kucuran itu akan digunakan untuk menjaga likuiditas dan solvabilitas perusahaan pada 2020—2023. Tetapi GIAA mengakui dana talangan dari pemerintah senilai Rp 8,5 triliun belum mengucur dan belum ada pembahasan lebih jauh soal realisasinya.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, sebelum mengucur, perusahaan melakukan segala upaya menjaga kas, seperti dengan negosiasi ke sejumlah mitra dalam industri penerbangan guna memperoleh relaksasi.

“Sejauh ini dana talangan masih dalam proses belum mengucur juga dan memang membutuhkan waktu. Singkatnya, saat ini kami melakukan apapun yang bisa kami lakukan untuk menjaga cash perusahaan,” jelasnya kepada kontan.co.id, Selasa (28/7).

Baca Juga: Wah, produsen baterai ABC bakal produksi baterai kendaraan listrik

Irfan menjelaskan, kondisi keuangan perseroan sangat terdampak pandemi Covid-19. Atas dasar itu, dia berharap dana talangan dari pemerintah senilai Rp 8,5 triliun bisa segera cair. “Kita berharap dana ini bisa kita peroleh, sambil menunggu dana tersebut, kami melakukan pembicaraan dengan BUMN untuk bisa dilakukan bridging dana pinjaman dari bank Himbara,” ujarnya.

Dari segi rencana kerja ke depan, Irfan mengaku telah menyiapkan strategi agar bisa bertahan di tengah pandemi ini. Salah satunya, GIAA berupaya meningkatkan pendapatan dari penumpang melalui rightsizing guna meningkatkan margin di rute-rute potensial.

Selain itu, meningkatkan pendapatan kargo berjadwal, salah satunya dengan melakukan penerbangan hanya kargo selama masa pandemi untuk mengkompensasi penurunan pendapatan dari penumpang sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Hari ini kita ada 10 flight khusus kargo. Kita melakukan beberapa efisiensi biaya, kita juga melakukan penundaan pembayaran utang,” ujarnya.

Sejalan dengan dua hal tersebut, emiten berkode saham GIAA juga masih meningkatkan pendapatan yang berkelanjutan dengan membuat kerjasama kemitraan jangka pendek dan jangka panjang untuk kargo maupun sewa pesawat (charter).

Baca Juga: DKI Jakarta dapat utang Rp 12,5 triliun mau dipakai apa saja? Berikut perinciannya

GIAA tengah melakukan negosiasi dengan sejumlah perusahaan sewa pesawat atau lessor. Garuda mengupayakan untuk mengembalikan pesawat yang tidak sesuai dengan spesifikasi kepada lessor dan juga negosiasi dalam menurunkan tarif sewa. Pasalnya, sewa pesawat merupakan salah satu komponen terbesar struktur biaya.

Kata Irfan, saat ini kontraktual sewa pesawat yang masih berlangsung hingga jangka waktu rata-rata 10 tahun - 12 tahun. Secara kontrak, perjanjian sewa pesawat itu lebih berpihak kepada lessor. Alhasil manajemen Garuda Indonesia juga melakukan pendalaman secara legal atas kontrak tersebut.

Baca Juga: Pergi naik keretaapi, rapid test di stasiun cuma bayar Rp 85.000

Selain itu, tak memungkiri banyak lessor yang tidak bersedia maskapai mengembalikan pesawatnya sebab tidak ada pasar maskapai baru yang membutuhkan. Tahun ini, Garuda seharusnya menerima 4 pesawat Airbus. “Namun, kami sedang negosiasi agar menunda penerimaan itu,” ujar Irfan.

Irfan menegaskan, pihaknya tidak akan pasrah terhadap pandemi. Kondisi ini malah memaksa perseroan untuk melahirkan inovasi, yang selama ini tidak menjadi konsentrasi perusahaan. “Tidak boleh menyerah. Jangan menyerah. Kami sekarang fokus pada bisnis logistik atau kargo di maskapai kami,” ucap Irfan.

Ia menyebut, dari waktu ke waktu bisnis logistik yang dijalankan Garuda semakin moncer. Dia bahkan tidak menyangka bisnis kargo memiliki potensi bagus, karena selama industri penerbangan hanya fokus kepada penumpang. “Penerbangan kami untuk kargo ini bisa 10 penerbangan dalam satu hari. Maskapai isinya hanya mengangkut kargo. Sebelumnya tidak pernah ada penerbangan kargo hingga 10 penerbangan dalam sehari,” ujarnya.

Selain itu, GIAA mencatat sudah ada 400 karyawannya yang mengambil opsi pensiun dini. Opsi ini dilakukan sebagai bagian dari upaya efisiensi keuangan perusahaan. Irfan mengatakan, pihaknya juga menawarkan secara sukarela kepada karyawannya untuk dirumahkan terutama bagi para pegawai-pegawai yang PKWT atau kontrak.

Baca Juga: Survei Cyrus: Lebih dari 80% responden ingin perkantoran dan sekolah dibuka lagi

"Kami juga menawarkan pensiun dini, sudah ada 400 lebih karyawan yang mengambil. Beberapa memilih istirahat di rumah, punya opportunity lain dan ada juga yang berbisnis, kami tawarkan yang usianya di atas 45 tahun," jelasnya.

Ia menegaskan, langkah awal yang diambil terhadap SDM di tengah krisis ini adalah memotong gaji karyawan dan menunda pembayarannya. GIAA pertama memotong gaji level direksi dan komisaris.

Pihaknya juga melakukan percepatan masa kontrak bagi beberapa karyawan berstatus PKWT, tetapi haknya tetap dibayarkan hingga tuntas.

Menurutnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan opsi terakhir. Irfan pun menegaskan yang dapat menyelamatkan maskapai pelat merah tersebut adalah penumpang. "Pemerintah ketika membantu dengan dana talangan itu cuma sementara yang akan memastikan bahwa Garuda bisa cepat recovery penumpang, itulah yang selalu kami kampanyekan," papar Irfan.

Baca Juga: Sri Mulyani guyur Rp 16,5 triliun pinjaman untuk DKI Jakarta dan Jabar

Ia mengaku, saat ini perseroan kesulitan untuk menormalkan jumlah penumpang. Meski belakangan ini sudah ada peningkatan, tapi tidak seperti kondisi normal. Titik terparah adalah pada bulan Mei lalu.

Menurut Irfan, kemampuan grup mempertahankan kelangsungan usahanya dan menghadapi sejumlah tantangan eksternal akan bergantung pada kemampuan menghasilkan arus kas yang cukup sehingga dapat membayar liabilitas tepat waktu dan mematuhi syarat dan ketentuan perjanjian kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×