kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lakukan efisiensi, Garuda Indonesia tawarkan pensiun dini hingga fokus bisnis kargo


Selasa, 28 Juli 2020 / 16:50 WIB
Lakukan efisiensi, Garuda Indonesia tawarkan pensiun dini hingga fokus bisnis kargo
ILUSTRASI. Pesawat Garuda Indonesia. Babak belur terhantam pandemi, ini sejumlah langkah efisiensi yang dilakukan Garuda Indonesia (GIAA). REUTERS/Darren Whiteside/File Photo


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tengah membutuhkan pembiayaan senilai Rp 9,5 triliun agar tetap beroperasi di tengah terpaan badai pandemi Covid-19. Opsi dana talangan dengan skema mandatory convertible bond diusung perseroan.

GIAA melaporkan posisi pinjaman ke lembaga perbankan dan keuangan lebih besar dari posisi arus kas perseroan per 1 Juli 2020. Posisi cash flow atau arus kas perseroan hanya sekitar US$ 14,5 juta per 1 Juli 2020. Dengan posisi arus kas itu, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melaporkan pinjaman ke bank dan lembaga keuangan senilai US$ 1,3 miliar per 1 Juli 2020.

Baca Juga: Bisnis Garuda Indonesia berdarah-darah, ini saran pengamat

Irfan membeberkan saldo utang usaha dan pinjaman emiten berkode saham GIAA itu mencapai US$ 2,22 miliar per 1 Juli 2020. Nilai itu terdiri atas US$ 905 juta dari operasional, pinjaman jangka pendek US$ 608 juta, dan pinjaman jangka panjang US$ 645 juta. Sementara untuk pinjaman jangka panjang, terdapat pinjaman berbentuk sukuk senilai US$500 juta.

Sebagai salah satu jalan keluar, GIAA meminta dana talangan kepada pemerintah senilai Rp 8,5 triliun. Kucuran itu akan digunakan untuk menjaga likuiditas dan solvabilitas perusahaan pada 2020—2023. Tetapi GIAA mengakui dana talangan dari pemerintah senilai Rp 8,5 triliun belum mengucur dan belum ada pembahasan lebih jauh soal realisasinya.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, sebelum mengucur, perusahaan melakukan segala upaya menjaga kas, seperti dengan negosiasi ke sejumlah mitra dalam industri penerbangan guna memperoleh relaksasi.

“Sejauh ini dana talangan masih dalam proses belum mengucur juga dan memang membutuhkan waktu. Singkatnya, saat ini kami melakukan apapun yang bisa kami lakukan untuk menjaga cash perusahaan,” jelasnya kepada kontan.co.id, Selasa (28/7).

Baca Juga: Wah, produsen baterai ABC bakal produksi baterai kendaraan listrik

Irfan menjelaskan, kondisi keuangan perseroan sangat terdampak pandemi Covid-19. Atas dasar itu, dia berharap dana talangan dari pemerintah senilai Rp 8,5 triliun bisa segera cair. “Kita berharap dana ini bisa kita peroleh, sambil menunggu dana tersebut, kami melakukan pembicaraan dengan BUMN untuk bisa dilakukan bridging dana pinjaman dari bank Himbara,” ujarnya.

Dari segi rencana kerja ke depan, Irfan mengaku telah menyiapkan strategi agar bisa bertahan di tengah pandemi ini. Salah satunya, GIAA berupaya meningkatkan pendapatan dari penumpang melalui rightsizing guna meningkatkan margin di rute-rute potensial.

Selain itu, meningkatkan pendapatan kargo berjadwal, salah satunya dengan melakukan penerbangan hanya kargo selama masa pandemi untuk mengkompensasi penurunan pendapatan dari penumpang sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Hari ini kita ada 10 flight khusus kargo. Kita melakukan beberapa efisiensi biaya, kita juga melakukan penundaan pembayaran utang,” ujarnya.

Sejalan dengan dua hal tersebut, emiten berkode saham GIAA juga masih meningkatkan pendapatan yang berkelanjutan dengan membuat kerjasama kemitraan jangka pendek dan jangka panjang untuk kargo maupun sewa pesawat (charter).

Baca Juga: DKI Jakarta dapat utang Rp 12,5 triliun mau dipakai apa saja? Berikut perinciannya




TERBARU

[X]
×