Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui keinginan PT Timah Tbk (TINS) mundur dari pengelolaan tambang eks PT Koba Tin. Pasca mundurnya Timah, status izin lahan eks Koba Tin akan berubah, dari Wilayah Pencadangan Negara menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menjelaskan, dengan perubahan status izin lahan tersebut, ada tiga opsi yang diberikan untuk mengelola lahan itu.
Pertama, sesuai dengan aturannya, lahan akan diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berminat dan memiliki dana. Kedua, bisa saja diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) melalui Pemerintah Daerah (Pemda). Ketiga, diberikan ke pihak swasta dengan skema lelang.
"Kami sudah meng-approve keinginan TINS mundur. Menurut saya setiap perusahaan yang mundur dari areal pengelolaan tambang itu biasa, tidak perlu dilebih-lebihkan," ucapnya kepada KONTAN, Kamis (30/7).
Bambang menampik kabar yang menyebutkan bahwa mundurnya TINS untuk mengelola lahan eks Koba Tin karena ada desakan dari Pemerintah Daerah Bangka Belitung yang memang akan menjadi mitra kerjasama dengan swasta. "Tidak ada desakan sama sekali itu," tuturnya.
Dalam surat pengunduran diri TINS menjelaskan alasan mundur dari pengelolaan lahan eks Koba Tin karena cadangan timah yang ada di sana tidak sesuai dengan apa yang ditargetkan TINS. Akibatnya manfaat yang diterima perusahaan tidak ekonomis. "Iya itu aja alasannya," tandasnya.
Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk Agung Nugroho menegaskan, pihaknya tidak perlu mendapatkan jawaban dari surat pengunduran diri perusahaan dari lahan bekas milik perusahaan Malaysia itu. Namun, pihaknya menunggu Pemda Bangka Belitung untuk segera menggarap lahan tersebut.
Ia menambahkan, sebelum lahan itu menjadi WIUPK, maka statusnya adalah cadangan nasional. "Artinya saat ini tidak boleh ada yang menambang sebelum diterbitkan WIUPK tersebut," ungkapnya.
Sepengetahuan Agung, saat ini belum ada pihak yang menggarap lahan atau status quo sampai dengan terbit aturan WIUPK. "Alasan kami mundur karena ingin Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Banga Belitung juga dapat menambang dan berkembang," kilahnya.
Sebagai catatan, semula disepakati PT Timah mendapat saham 55%, dan porsi daerah 45%. Akhirnya, ada perubahan lagi sehingga PT Timah hanya memiliki 40% saham.
Timah terpaksa mundur
Pengamat Pertambangan Marwan Batubara mengungkapkan, saat masa kontrak lahan PT Koba Tin akan berakhir, TINS didorong untuk mengambil alih lahan tambang itu. Alasannya agar negara mendapatkan nilai lebih dari lahan yang selama ini di kontrak perusahaan asal Malaysia itu.
Namun, anehnya ketika pemerintah tak lagi memberikan perpanjangan kontrak kepada Koba Tin, tiba-tiba TINS mundur. "Saya yakin TINS tidak akan berani menjelaskan alasan mundur, padahal saya tahu yang meminta TINS mundur dari sana adalah pihak-pihak swasta," ujarnya.
Menurut informasi yang diperoleh Marwan, selama ini, dorongan paling keras agar TINS mundur dari eks lahan Koba Tin justru datang dari pihak swasta yang akan bekerjasama dengan BUMD. Namun sayangnya, Marwan enggan menyebut siapa pihak swasta tersebut. "Tapi yang jelas orang partai politik, dekat juga dengan kekuasaan saat ini," tudingnya.
Alasannya jelas. Menurut Marwan, perusahaan swasta tersebut ingin menguasai pertambangan timah untuk segera mengekspor hasilnya kembali kepada Koba Tin. "Ada juga alasan agar Koba Tin kembali lagi, kalaupun tidak kembali, setidaknya berbisnis dengan Koba Tin tidak akan putus," kata Marwan panjang lebar.
Hanya saja tidak ada tanggapan dari pemerintah maupun PT Timah mengenai tudingan Marwan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News