Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sugeng Suparwoto mengatakan bahwa pengusulan penetapan bea keluar ekspor untuk dua komoditas tambang yaitu batubara dan emas tidak adil jika ditetapkan menggunakan angka atau persentase ekspor yang pasti.
Menurut Sugeng, bea keluar atas batubara dan emas harus memperhitungkan harga kedua komoditas, permintaan di pasar global, serta biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh pelaku industri disektor ini.
"Itulah namanya biaya tambahan, bea keluar ini menurut saya harusnya bisa fleksible," ungkap Sugeng saat ditemui di Jakarta, Selasa (08/07).
Lebih jelas, Sugeng menyebut yang dimaksud dengan fleksibelitas contohnya saat batubara atau emas mengalami windfall atau keuntungan tak terduga akibat lonjakan harga yang signifikan, maka bea keluar yang ditetapkan bisa lebih tinggi.
Baca Juga: Potensi Beban Baru Bagi Industri Batubara Lewat Bea Keluar, Ini Kata Pelaku Usaha
Sementara jika terjadi penurunan harga yang signifikan hingga menyentuh biaya produksi, maka bea yang dikenakan diusulkan bisa lebih rendah.
"Saat windfall profit naik, maka pajak ekspornya bisa naik. Tapi ketika dipatok dengan (persentase pajak) flat maka akan berat juga," jelas dia.
"Kita harus lebih fleksible, saya sarankan dipatok semacam proporsi," tambahnya.
Sugeng menyebut, keputusan mengenai tarif bea masuk terhadap kedua komoditas masih akan dibahas lebih lanjut dengan Komisi 11 DPR dan Kementerian Keuangan.
"Ini memang baru mau kita bahas (bea keluar), kita akan coba terus dalami. Karena komoditas ekspor kita sekarang pusatnya di migas dan pertambangan, PNBP terbesar saja di pertambangan, sehingga akan mempengaruhi pendapatan," jelasnya.
Baca Juga: Pemerintah Berencana Perluas Bea Keluar untuk Komoditas Emas dan Batubara
Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar mengatakan bahwa penetapan bea keluar akan berpengaruh pada tambahan beban biaya penambang.
"Nantinya juga akan berpengaruh pada produksi maupun volume ekspor karena akan mengurangi margin keuntungan selain itu akan berdampak pada cost operasional. Serta akan menyebabkan penundaan investasi," jelasnya.
Menurut Bisman, sudah banyak kewajiban yang harus ditanggung oleh industri tambang di Indonesia seperti Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA), kewajiban royalti hingga penggunaan B40.
"Dalam jangka panjang juga akan berdampak ke sana (volume ekspor). Ini Karena pelaku usaha akan melakukan evaluasi investasi jangka panjangnya terutama terkait dengan perhitungan keekonomian dan kepastian hukumnya," tutupnya.
Baca Juga: Kementerian ESDM Buka Suara Soal Potensi Penerapan Bea Keluar Batubara dan Emas
Selanjutnya: Kebakaran Dahsyat Melanda Spanyol, Hanguskan 3.000 Hektare Hutan
Menarik Dibaca: Elementbike Kantongi Lisensi Warner Bros, Siap Rilis Desain Superhero DC Comics
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News