Reporter: Handoyo | Editor: Hendra Gunawan
BITUNG. Dua tahun kebijakan pelarangan bongkar muat di laut atau transhipment yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 tahun 2014 berdampak signifikan terhadap perekonomian di kota Bitung.
Utilisasi atau kapasitas terpakai dari pabrik pengolahan ikan di Bitung anjlok. Pasca pemberlakuan kebijakan pelarangan transhipment, pabrik pengolahan ikan hanya mampu mengolah 10% dari kapasitas terpasang.
Sebelum penerapan aturanpun utilisasi pabrik pengolahan masih belum maksimal yakni hanya 60% dari kapasitas terpasang. Tak heran, akibat produkai yang berkurang ini membuat perusahaan pengolahan memangkas pekerjanya.
Kepala Bidang Perencanaan Pengembangan Potensi dan Investasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu kota Bitung Francisca A Poeloe mengatakan, sejak tahun 2015 hingga akhir tahun lalu jumlah pekerja sektor perikanan di perusahaan pengolahan ikan yang dirumahkan mencapai 9.000 orang.
"Aktifitas pekerjaan di pabrik pengolahan ikan tidak seperti dulu (sebelum ada Permen KKP). Kalaupun ada operasional tinggal kantornya saja. Itu dikarenakan bahan baku yang sulit," kata Francisca, Senin (22/5).
Di Bitung, jumlah perusahaan pengolahan ikan mencapai 53 perusahaan, mulai dari kelas menengah hingga besar. Produk olahan yang dihasilkan juga beragam, mulai dari ikan asap, ikan beku segar hingga pengalengan.
Selama dua tahun terakhir, investasi baru di sektor pengolahan perikanan di Bitung Nihil. Bahkan, dari beberapa perusahaan ada yang telah mengajukan penutupan pabrik yang dimiliki guna mengejar efisiensi.
Jim Dickens Davy Hamber, Kasie Perencanaan Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Urusan II Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kota Bitung mengatakan, sektor perikanan menjadi penopang ekonomi Bitung.
Pemerintah daerah Bitung berharap, pemerintah pusat dapat memberikan solusi atas dampak menurunnya sektor perikanan di Bitung. "Supaya pulih di sektor perikanan, kami harapkan ada jalan keluar lain, supaya ada ruang gerak lagi," kata Jim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News