Reporter: Dimas Andi, Leni Wandira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peta persaingan industri e-commerce Indonesia berpotensi berubah usai keputusan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang akan menutup layanan marketplace dalam waktu dekat.
Dalam keterangan blog resminya, pengguna Bukalapak masih bisa membuat pesanan produk fisik sampai Kamis (9/1) pukul 23.59 WIB, misalnya produk fesyen, aksesoris rumah tangga, handphone, kamera, komputer, kesehatan, logam mulia, dan lain-lain.
Bukalapak juga menginfokan, mulai 1 Februari 2025 fitur untuk menambah produk baru akan dinonaktifkan, sehingga pelapak tidak bisa menambahkan produknya setelah periode ini. Seluruh pesanan yang belum diproses hingga 2 Maret 2025 pukul 23.59 WIB akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem dan dana dari pesanan yang dibatalkan akan dikembalikan.
Ketika dikonfirmasi, Head of Media and Communications Bukalapak Dimas Bayu mengatakan, platform Bukalapak masih bisa diakses dan beroperasi seperti biasa. Namun, ia membenarkan bahwa Bukalapak akan menghentikan layanan produk fisik secara bertahap hingga Februari 2025.
"Ke depannya kami hanya berfokus pada layanan produk virtual di platform marketplace guna memperkuat posisi di ekosistem produk virtual dan memberikan layanan terbaik kepada pengguna di industri digital," ujar dia, Rabu (8/1).
Baca Juga: Disebut Hentikan Bisnis Marketplace, Begini Penjelasan Bukalapak.com (BUKA)
Produk virtual yang dimaksud meliputi pulsa prabayar dan pascabayar, token listrik, pembayaran listrik pascabayar, paket data, angsuran kredit, BPJS Kesehatan, TV kabel dan internet, dan lain-lain.
Bila ditelusuri, kondisi keuangan Bukalapak tampak kurang sehat. Memang, BUKA mampu mencetak kenaikan tipis pendapatan neto sebesar 1,49% year on year (yoy) menjadi Rp 3,39 triliun per kuartal III-2024.
Namun, beban pokok pendapatan BUKA membengkak 12% yoy menjadi Rp 2,80 triliun. BUKA masih menderita rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp 597,35 miliar per kuartal III-2024, meski angka ini menyusut 23,04% yoy.
Kontribusi marketplace terhadap total pendapatan neto BUKA sebenarnya tergolong besar, yakni sebanyak Rp 1,74 triliun per kuartal III-2024. Ada potensi kehilangan pendapatan yang cukup besar jika Bukalapak menutup layanan marketplace-nya.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, persaingan ketat di industri e-commerce menjadi penyebab tumbangnya layanan marketplace Bukalapak. Apalagi, sampai saat ini strategi inovasi dan bakar uang masih menjadi andalan bagi para pemain e-commerce besar untuk bisa mempertahankan bisnisnya.
"Bukalapak justru tidak lagi mendapat pendanaan segar yang besar usai IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI)," ujar dia, Rabu (8/1).
Dia melanjutkan, selama ini Bukalapak berada di layer kedua pasar e-commerce nasional bersama dengan Blibli.com dan Lazada. Adapun layer pertama diisi oleh para pemain besar seperti Shopee dan Tokopedia-TikTok yang notabene sangat kuat dari sisi inovasi dan pendanaan.
Baik Shopee dan Tokopedia-TikTok telah mengembangkan inovasi berupa inovasi fitur Live Shopping yang kini tengah digandrungi banyak konsumen dan penjual.
Kedua platform ini juga masih getol bakar uang dengan aktif menggelar promo diskon belanja dan ongkos kirim kepada para penggunanya. Masih sulit bagi para pemain middle e-commerce di layer kedua untuk mengganggu dominasi Shopee dan Tokopedia-TikTok.
"Tak dapat dimungkiri konsumen kita masih berorientasi pada harga, sehingga harga menjadi daya tarik utama dalam berbelanja online," tutur Huda.
Sementara itu, Budi Primawan, Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyatakan, terlepas dari penutupan marketplace Bukalapak, industri e-commerce Indonesia diproyeksikan akan terus berkembang pesat pada tahun 2025, dengan total nilai transaksi Gross Merchandise Value (GMV) diperkirakan mencapai antara US$ 85 miliar hingga US$ 90 miliar. Angka itu tumbuh sekitar 20% - 25% dari tahun sebelumnya.
Lebih lanjut, idEA menyebut dominasi pemain e-commerce besar seperti Tokopedia, Shopee, dan Lazada akan terus berlanjut, meski platform niche seperti Blibli yang mengkhususkan diri pada produk premium atau kebutuhan rumah tangga juga semakin berkembang. Selain itu, platform social commerce seperti TikTok Shop dan Instagram Shopping diprediksi akan semakin mendominasi pasar.
"Pertumbuhan ini didorong oleh penetrasi internet yang terus meningkat, adopsi teknologi digital, dan partisipasi UMKM dalam ekosistem digital," kata Budi, Rabu (8/1).
Selanjutnya: Saham Bank BCA (BBCA) Jadi Opsi Menarik Ditengah Gejolak Pasar, Simak Rekomendasinya
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (9/1): Dari Berawan Hingga Hujan Petir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News