Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Well Harvest Winning Alumina Refinery mengakui permintaan produk aluminium akan meningkat sejalan dengan naiknya penggunaan kendaraan lisrtrik. Namun pihaknya cenderung konservatif untuk ekspansi lantaran ada sejumlah faktor yang justru lebih menantang ke depannya.
Deputy Finance and Accounting Department Head PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Hidayat Sugiarto menjelaskan, saat ini refinery WHW sudah beroperasi kapasitas penuh dengan produksi (output) 2 juta metrik ton Smelter Grade Alumina (SGA) per tahun.
“Utilisasi pabrik kami bisa mencapai 100% sampai dengan akhir tahun ini. Hasilnya dijual ekspor dan lokal ke Inalum,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (25/12).
Baca Juga: Aneka Tambang (ANTM) Fokus Optimalkan Produksi dan Pengolahan Bauksit
Secara prospek bisnis, Hidayat melihat bahwa ke depannya bisnis bauksit dan turunannya masih cukup bagus sehubungan dengan mulai maraknya kendaraan listrik. Hal ini otomatis akan membutuhkan banyak aluminium.
Namun, pihaknya masih benar-benar mengkaji dan menghitung ulang jika ingin melakukan ekspansi bisnis. Salah satu faktor yang paling diperhatikan ialah dampak dari kenaikkan suku bunga.
Selain itu, saat ini ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh industri hilir bauksit, seperti keharusan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang biaya-nya masih sangat mahal. Sedangkan, pembangkit batubara bukan lagi sebagai opsi terbaik karena bank tidak mau membiayai pembangunan PLTU.
Baca Juga: Investasi Smelter Kian Marak, Ini Dampaknya ke Industri Nikel
“Bila kami tetap menggunakan pembangkit batubara saat ini, kami harus berjuang mencari bank yang mau membiayai,” ujarnya.
Belum lagi saat ini tingkat suku bunga sudah berada di posisi yang sangat tinggi sehingga pengembalian pinjaman ke bank akan lebih lama atau lebih dari 10 tahun.
Hal lain yang dianggap Hidayat harus diperhatikan pemerintah ialah tidak semua pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) bauksit diharuskan membangun refinery.
Menurutnya, harus ada blue print atau road map yang jelas mengenai jumlah smelter/refinery yang ada agar nantinya tidak terjadi kekurangan atau kelebihan bahan baku.
“Optimalisasi bahan baku sangat penting,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News