Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan pertambangan mineral dan batubara (minerba) kini bisa mengajukan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) lebih awal. Perusahaan tambang mulai sekarang bisa mengajukan revisi RKAB melalui evaluasi periode triwulan I di tahun tersebut.
Revisi RKAB juga tidak dikhususkan terkait perubahan target produksi. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2020 tentang tata cara pemberian wilayah, perizinan dan pelaporan pada kegiatan usaha pertambangan minerba.
Baca Juga: Pebisnis Batubara Minta Beleid untuk Anulir Wajib Gunakan Kapal Nasional untuk Ekspor
Beleid tersebut merevisi pengaturan serupa dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018. Pasal 88 aturan ini menyebutkan bahwa perubahan RKAB dapat diajukan satu kali pada tahun berjalan apabila terjadi perubahan tingkat kapasitas produksi. Sementara itu, revisi RKAB diajukan setelah perusahaan pemegang izin menyampaikan laporan triwulan kedua dan paling lambat tanggal 31 Juli pada tahun berjalan.
Artinya, dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018 itu, revisi RKAB sebatas pada perubahan tingkat kapasitas produksi dan dilakukan setelah menyerahkan laporan periode satu semester.
Namun, di dalam Pasal 89 Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020, revisi RKAB tidak lagi dibatasi terkait kapasitas produksi. Dalam beleid yang ditandatangani Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 3 Maret 2020 itu, perusahaan pemegang izin juga sudah bisa mengajukan revisi RKAB dengan menyampaikan laporan periode triwulan pertama atau paling lambat 31 Juli di tahun berjalan. Artinya, revisi RKAB tidak perlu menunggu laporan satu semester.
Permen ESDM 7/2020 ini memang masih mengatur bahwa revisi RKAB dilakukan sekali dalam tahun berjalan. Hanya saja, dalam keadaan kahar, keadaan yang menghalangi atau kondisi daya dukung lingkungan, perubahan RKAB tahunan dapat diajukan lebih dari sekali.
Baca Juga: APBI: Banyak faktor yang jadi pertimbangan investor lakukan eksplorasi tambang
Meski tak menyebut secara khusus, namun pihak Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM mengaku bahwa penerbitan regulasi ini diharapkan dapat merespon terjadinya potensi perlambatan kegiatan usaha pertambangan sebagai dampak dari pandemi Corona.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) juga menyambut baik regulasi ini. Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, di tengah kondisi pandemi Corona seperti sekarang, pengaturan ini bisa membuat perusahaan tambang lebih leluasa untuk mengatur ulang rencana kerja.
"Dengan kondisi seperti sekarang, demand diperkirakan akan semakin menurun dan tingkat produksi juga bakal berkurang. Sudah tentu beberapa perusahaan bisa memanfaatkan aturan tersebut untuk mengajukan permohonan revisi RKAB lebih awal," kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/3).
Dihubungi terpisah, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arief mengatakan bahwa perubahan kebijakan dalam revisi RKAB tersebut bisa menjadi semacam stimulus di tengah kondisi pertambangan yang bergerak dinamis seperti saat ini.
Baca Juga: Tahun ini, Bukit Asam (PTBA) anggarkan dana eksplorasi sebesar Rp 70,8 miliar
"Bagi kondisi sekarang, perusahaan pasti banyak yang memanfaatkan fasilitas ini untuk mengantisipasi kondisi ekonomi dunia. Bukan hanya karena virus Corona, tapi memang kondisi dunia yang sangat dinamis kondisinya," kata Irwandy.
Belum Tergambar
Hanya saja, baik Hendra maupun Irwandy mengaku masih belum bisa memprediksi akan ada berapa banyak perusahaan yang akan merivisi RKAB setelah pasar pertambangan terimbas Corona.
Khusus untuk batubara, kata Hendra, pihaknya pun masih sulit memperkirakan proyeksi ke depan, juga menggambarkan dampak dari Corona di periode Kuartal I ini. Sebab memang biasanya, tingkat produksi di Kuartal I lebih rendah dibandingkan periode berikutnya, terutama diakibatkan oleh faktor cuaca.
Namun, untuk tahun ini, Hendra memperkirakan bahwa realisasi di kuartal I bakal lebih rendah dibanding tahun lalu."Karena koreksi demand akibat dampak outbreak virus khususnya di Tiongkok," kata Hendra.
Baca Juga: Pemerintah siapkan regulasi untuk eksplorasi tambang, begini tanggapan Vale Indonesia
Sebagai gambaran, berdasar data dari online monitoring Kementerian ESDM, realiasi produksi batubara tiga bulan pertama tahun 2019 lalu mencapai 147,78 juta ton. Sementara realisasi produksi hingga 23 Maret 2020 ini sebesar 125,60 juta ton.
Perbedaan terlihat signifikan dari sisi ekspor, yang mana selama tiga bulan pertama tahun 2019 ekspor batubara Indonesia dari Januari-Maret mencapai 115,14 juta ton. Sedangkan hingga 23 Maret 2020 ini, ekspor batubara yang tercatat di online monitoring Kementerian ESDM hanya mencapai 45,57 juta ton.
Menurut Irwandy, salah satu penyebab dari penurunan ekspor tersebut adalah pasar spot China yang menyetop penjualan hingga 1 April 2020. Namun, kata Irwandy, kontrak-kontrak jangka panjang memiliki fleksibilitas hingga 10% untuk penundaan pengiriman. Sehingga kondisi di kuartal I ini belum bisa menjadi gambaran utuh bagi proyeksi bisnis batubara sepanjang tahun ini.
"Belum cukup untuk menggambarkan, karena kebutuhan batubara untuk PLTU seharysnya tetap untuk pembangkit listrik di negara-negara Asia," kata Irwandy.
Hal senada juga disampaikan oleh Hendra Sinadia. Pihaknya pun masih sulit untuk memperkirakan proyeksi ke depan, apalagi demand batubara diprediksi akan kembali tumbuh seiring dengan mulai membaiknya kondisi ekonomi China. "Untuk ke depan, Kuartal II bahkan Semester I sejauh ini masih sulit diprediksi," ungkap Hendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News