Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Namun, untuk tahun ini, Hendra memperkirakan bahwa realisasi di kuartal I bakal lebih rendah dibanding tahun lalu."Karena koreksi demand akibat dampak outbreak virus khususnya di Tiongkok," kata Hendra.
Baca Juga: Pemerintah siapkan regulasi untuk eksplorasi tambang, begini tanggapan Vale Indonesia
Sebagai gambaran, berdasar data dari online monitoring Kementerian ESDM, realiasi produksi batubara tiga bulan pertama tahun 2019 lalu mencapai 147,78 juta ton. Sementara realisasi produksi hingga 23 Maret 2020 ini sebesar 125,60 juta ton.
Perbedaan terlihat signifikan dari sisi ekspor, yang mana selama tiga bulan pertama tahun 2019 ekspor batubara Indonesia dari Januari-Maret mencapai 115,14 juta ton. Sedangkan hingga 23 Maret 2020 ini, ekspor batubara yang tercatat di online monitoring Kementerian ESDM hanya mencapai 45,57 juta ton.
Menurut Irwandy, salah satu penyebab dari penurunan ekspor tersebut adalah pasar spot China yang menyetop penjualan hingga 1 April 2020. Namun, kata Irwandy, kontrak-kontrak jangka panjang memiliki fleksibilitas hingga 10% untuk penundaan pengiriman. Sehingga kondisi di kuartal I ini belum bisa menjadi gambaran utuh bagi proyeksi bisnis batubara sepanjang tahun ini.
"Belum cukup untuk menggambarkan, karena kebutuhan batubara untuk PLTU seharysnya tetap untuk pembangkit listrik di negara-negara Asia," kata Irwandy.
Hal senada juga disampaikan oleh Hendra Sinadia. Pihaknya pun masih sulit untuk memperkirakan proyeksi ke depan, apalagi demand batubara diprediksi akan kembali tumbuh seiring dengan mulai membaiknya kondisi ekonomi China. "Untuk ke depan, Kuartal II bahkan Semester I sejauh ini masih sulit diprediksi," ungkap Hendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News