Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
Azis mengatakan, pekebun yang diwajibkan untuk ISPO juga bergantung dengan kesiapan pemerintah. Menurut Azis, harus ada komitmen dari pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan layanan pada pekebun.
Hal ini terkait dengan masalah legalitas lahan seperti berkaitan dengan percepatan sertifikasi tanah bagi pekebun plasma, masalah penyelesaian kebun sawit rakyat yang terindikasi masuk kawasan, hingga persoalan pembiayaan.
"Kan diberi 5 tahun sejak sekarang, pemerintah harus memfasilitasi dari segi pembiayaan APBN dan APBD. Kuncinya kembali ke pemerintah, pemerintah bisa tidak menganggarkan sekian juta hektare untuk disertifikasi," terang Azis.
Baca Juga: Ini kendala petani dapatkan sertifikasi ISPO
Dia pun mengatakan, pekebun pun harus disiapkan pula. Mulai dari melakukan pembinaan hingga pembentukan kelompok dan koperasi. Bila belum terindentifikasi berapa banyak kelompok dan koperasi yang ada, maka sulit untuk mengusulkannya ke anggaran pemerintah pusat maupun daerah.
Sementara itu, hingga Januari 2020, Komisi ISPO telah menerbitkan 621 sertifikat ISPO dengan luas areal 5,45 juta ha. Dari jumlah tersebut sertifikat ISPO untuk koperasi pekebun plasma dan swadaya baru sebanyak 14 sertifikat dengan luas 12.270 hektare, atau 0,21% dari luas kebun rakyat 5,8 juta ha.
Mayoritas yang mendapatkan sertifikat ISPO adalah perusahaan swasta dengan 557 sertifikat dan luas areal 5,25 juta ha, berikutnya PT Perkebunan Nusantara sebanyak 50 sertifikat dengan luas areal 286.590 ha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News