Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan LG Energy Solution Ltd (LGES) menarik diri dari proyek baterai kendaraan listrik (EV) senilai US$ 7,7 miliar di Indonesia menimbulkan pertanyaan besar terhadap arah hilirisasi nasional.
Namun, Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) menilai langkah tersebut bukan akhir dari ambisi Indonesia menjadi pemain kunci dalam rantai pasok baterai dunia.
Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho menilai, hengkangnya LGES dari proyek konsorsium bersama Indonesia Battery Corporation (IBC) merupakan konsekuensi dari dinamika pasar global yang harus disikapi dengan penguatan kebijakan dalam negeri.
“Keputusan LGES mundur dari Proyek Titan ini menjadi pengingat bahwa Indonesia tak boleh bergantung pada satu mitra. Daya tawar dan kebijakan hilirisasi harus diperkuat dengan kemandirian investasi dari dalam negeri dan menggandeng negara mitra lainnya seperti AS dan Eropa,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (22/4).
Baca Juga: Proyek Rp 130 Triliun Batal! Konsorsium LG Tarik Diri dari Investasi di Indonesia
Proyek Titan yang sebelumnya dirancang mencakup pengolahan nikel, produksi prekursor dan katoda, hingga sel baterai, digadang-gadang sebagai tulang punggung ekosistem baterai nasional. Namun pembatalan tersebut dikhawatirkan akan menghambat pencapaian target industrialisasi nikel dan transfer teknologi bernilai tinggi.
Fathul menilai, pembatalan proyek ini tak lepas dari faktor eksternal seperti perlambatan permintaan global EV serta kebijakan insentif AS melalui Inflation Reduction Act (IRA).
“Persaingan global makin ketat. Indonesia kini harus bersaing ketat dengan Thailand dan Vietnam yang juga gencar menawarkan insentif serupa,” imbuhnya.
Aspebindo mengajukan lima strategi untuk menjaga momentum hilirisasi nasional, pertama, diversifikasi mitra strategis. Pemerintah disarankan menjajaki kembali kerja sama dengan produsen global seperti Tesla, Eramet, dan Bosch, disertai insentif fiskal yang lebih menarik.
Kedua, reformasi regulasi investasi, penyederhanaan perizinan dan penyediaan lahan industri harus dipercepat. Ini sejalan dengan program Ease of Doing Investment yang diinisiasi Kementerian Investasi dan Hilirisasi.
Baca Juga: ESDM Sebut Mundurnya LG Tak Ganggu Hilirisasi Nikel
Ketiga, penguatan sinergi nasional, IBC didorong membentuk joint venture bersama swasta nasional besar. Keempat, pemanfaatan surplus listrik 35 GW. Kelebihan pasokan dari program 35.000 MW diusulkan dialokasikan ke kawasan industri baterai dengan tarif khusus, guna menekan biaya produksi.
Kelima, negosiasi tarif global. Indonesia perlu mendorong negosiasi dagang bilateral untuk menanggapi tarif impor baterai AS yang mencapai 32%, sekaligus menawarkan paket investasi hijau berbasis nikel.
Aspebindo juga mendorong alokasi anggaran khusus sebesar 20% dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Minerba untuk mendukung percepatan hilirisasi, yang nilainya bisa mencapai Rp37 triliun hingga Rp40 triliun per tahun.
Meski kehilangan mitra strategis, Aspebindo menegaskan hilirisasi tetap menjadi prioritas nasional.
Selanjutnya: Promo PSM Alfamart Periode s/d 23 April 2025, Lifebuoy Cair 800ml Diskon Rp 15.000
Menarik Dibaca: Promo PSM Alfamart Periode s/d 23 April 2025, Lifebuoy Cair 800ml Diskon Rp 15.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News