Reporter: Muhammad Julian | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman virus corona (Covid-19) masih membayangi industri sepatu dalam negeri. Pasalnya, sektor ritel yang selama ini menunjang serapan produksi sepatu di pasar dalam negeri tengah terpukul oleh corona.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan pusat perbelanjaan dan toko yang sepi di tengah penyebaran corona telah membuat sejumlah pemilik merek sepatu membatalkan kontrak pemesanan ke pihak produsen sepatu dalam negeri.
Firman mengaku belum mengantongi data jumlah peritel ataupun pemilik merek yang melakukan pembatalan kontrak pemesanan sebab informasi tersebut diperoleh dari laporan kualitatif anggota asosiasi.
Baca Juga: Gara-gara corona, separuh perusahaan ritel China terancam kolaps dalam enam bulan
Yang terang, pesanan sepatu yang dibatalkan adalah pesanan sepatu untuk mengisi pasar pada periode Maret hingga lebaran. Sementara, berdasar pada preseden yang ada di tahun-tahun sebelumnya, momentum lebaran sendiri memiliki kontribusi yang tidak sedikit dalam total penjualan sepatu di pasar lokal sepanjang tahun.
“Pasar domestik kita di angka US$ 2,8 miliar, kalau pasar lebaran kira-kira 35%, maka kita akan kehilangan US$ 980 juta,” terang Firman ketika dihubungi Kontan.co.id (24/03).
Sejauh ini, Firman mengaku belum menerima laporan adanya pembatalan kontrak dari anggota untuk penjualan ekspor. Namun demikian, ia bilang risiko pembatalan kontrak ataupun penurunan untuk penjualan ekspor tetap saja ada mengingat beberapa destinasi ekspor seperti Amerika Serikat dan Eropa juga tengah menghadapi permaslahan corona.
Menyoal bentuk dukungan ataupun stimulus yang diharapkan, Firman hanya berharap pemerintah bisa segera menyelesaikan permasalahan penyebaran corona yang ada. Dengan demikian, pasar pasca lebaran bisa menyerap produksi sepatu lokal dan tidak lagi terdisrupsi oleh virus corona.
Ancaman pelemahan rupiah
Tidak hanya corona, industri sepatu dalam negeri juga dibayangi oleh permasalahan lainnya seperti misalnya pelemahan nilai tukar kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah tercatat menembus di atas level Rp 16.000. Pelemahan kurs rupiah berpotensi turut mengerek beban biaya produksi industri sepatu dalam negeri. Pasalnya, sekitar 60%-70% kebutuhan bahan baku industri sepatu di dalam negeri masih dipasok secara impor. Oleh karenanya, biaya pembelianya sangat bergantung pada nilai tukar kurs rupiah.
Baca Juga: Wabah virus corona berdampak terhadap biaya produksi sepatu di dalam negeri
“Kalau fluktuasi rupiah untuk yang industri yang menyasar pasar domestik pasti terpengaruh karena harus jual dalam bentuk rupiah, ” tutur Firman (25/03).
Menimbang adanya pembatalan kontrak pesanana untuk periode Maret-lebaran dan pelemahan nilai tukar rupiah, Firman menuturkan bahwa opsi-opsi seperti penundaan pembayaran gaji dan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawan mungkin saja dilakukan oleh produsen sepatu yang menyasar pasar lokal. Namun demikian, opsi pemutusan hubungan kerja (PHK) belum jadi pilihan yang dipertimbangkan sejauh ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News