Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktisi minyak dan gas bumi sekaligus Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini menilai penurunan harga BBM yang tak kunjung terjadi akibat ketentuan dalam regulasi oleh pemerintah.
Rudi ketika dihubungi Kontan.co.id memaparkan, hal tersebut tertuang Keputusan Menteri ESDM Nomor 62K/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar, yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan/atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.
Baca Juga: Mobilitas peralatan terganggu, proyek migas mundur dari jadwal
Hal tersebut tertuang dalam poin nomor 1 yang berbunyi Perhitungan menggunakan rata-rata harga publikasi MOPS atau Argus, dengan satuan USD/barel periode tanggal 25 pada 2 bulan sebelumnya, sampai dengan tanggal 24 di 1 bulan sebelumnya untuk penetapan bulan berjalan.
Dalam aturan tersebut, pengambilan parameter yang meliputi harga minyak maupun kurs dollar ditentukan dua bulan sebelumnya. "Sebagai perbandingan, pada Permen tahun 2014 dan 2018 Pengambilan parameter ditentukan sebulan sebelumnya," terang Rudi, Minggu (19/4).
Rudi melanjutkan bahkan sebelum tahun 2014 pengambilan parameter hanya dilakukan dua minggu sebelumnya, sementara di negara Malaysia dan beberapa negara lain dilakukan seminggu sebelumnya.
Masih menurut Rudi, dalam hal cara perhitungan, Permen tahun 2014 menggunakan Harga Dasar yang diambil dari ICP (Indonesian Crude Price) ditambah nilai Alfa, yaitu biaya perolehan sampai Terminal BBM, kemudian ditambah PPn 10%, PBBKB 5%, dan ditambah Margin minimum 5% sampai maksimum 10%.
Baca Juga: Dampak corona, dua proyek strategis nasional sektor migas terjadi pergeseran jadwal
Sedangkan Permen tahun 2018, sama cara perhitungannya dengan Permen tahun 2014, tetapi Margin dibuat tetap sebesar 10%.
"Kini dengan Kepmen 2020, perhitungannya mendasarkan pada MOPS (Means of Platts Singapore) yaitu harga produk jadi hasil olahan dari Kilang yang dijual di Singapora, kemudian ditambah margin 10% serta ditambah Konstanta sebagai pengganti biaya Penyimpanan, transportasi, tugas satu harga, biaya operasi lainnya," ujar Rudi.
Rudi kemudian menjelaskan tiga skenario yang mendasarkan perhitungan pada waktu pengambilan parameter. Dengan skenario A dimana pengambilan parameter dilakukan dua bulan sebelumnya maka diperoleh hitungan sebesar Rp 8.800.
Namun bila dihitung dengan Skenario B (parameter sebulan lalu), maka harganya hanya cukup Rp 7.100 saja, malah bila menggunakan Skenario C (parameter seminggu lalu), maka harganya hanya Rp 5.650.
Baca Juga: Investasi dan Lifting Migas Melemah Terimbas Corona
"Apalagi bila masih menggunakan dasar perhitungan dari ICP seperti pada Permen 2014 dan Permen 2018, hasil dari hitungan Skenario A, B, dan C, berturut-turut adalah Rp 7.200, Rp 6.000, dan Rp 4.600," terang Rudi.
Rudi melanjutkan, regulasi yang ada menjadi penyebab penyesuaian harga masih belum dapat terjadi. "Masih dibutuhkan kesabaran sampai awal bulan Mei agar BBM murah mulai bisa dinikmati Rp 7.000 dan awal bulan Juni Rp 5.500, semoga," tandas Rudi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News