Reporter: Dimas Andi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten produsen cetakan sarung tangan, PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) berusaha memaksimalkan penjualan ekspor pada 2025. Perusahaan ini juga melihat tren pelemahan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sebagai peluang sekaligus tantangan.
Presiden Direktur Mark Dynamics Indonesia Ridwan Goh mengatakan, kurs dollar AS yang sedang perkasa akhir-akhir ini bisa memberikan efek positif terhadap margin laba MARK. Sebab, lebih dari 90% pendapatan MARK berasal dari penjualan cetakan sarung tangan ke pasar ekspor.
"Ketika kurs dollar AS menguat, maka pendapatan dalam dollar AS akan memiliki nilai lebih tinggi ketika dikonversi ke rupiah, sehingga meningkatkan margin laba perusahaan," ujar dia, Rabu (22/1).
Di sisi lain, fluktuasi kurs juga memberikan tantangan bagi Mark Dynamics Indonesia. Kendati berorientasi ekspor, lebih dari 90% bahan baku MARK diimpor dari negara-negara lain, terutama Eropa. Alhasil, Manajemen MARK senantiasa menerapkan strategi lindung nilai (hedging) ketika rupiah dalam tren melemah. Upaya ini akan meminimalisasi risiko volatilitas kurs terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Manajemen Mark Dynamics belum mengungkapkan target kinerja keuangan secara resmi pada 2025. Terlepas dari itu, MARK percaya diri dengan prospek bisnisnya pada tahun ini. Optimisme ini didukung oleh meningkatnya permintaan sarung tangan di pasar global.
Baca Juga: Tigaraksa Satria Optimistis Bisnis Bakal Tumbuh di Tahun 2025
Ridwan menyebut, biasanya permintaan sarung tangan global berada di kisaran 300 miliar pasang per tahun. Pada 2024, tren permintaan sarung tangan meningkat jadi 320 miliar pasang. Bahkan, menurut proyeksi Asosiasi Produsen Sarung Tangan Karet Malaysia (MARGMA), permintaan global dapat mencapai 450 miliar pasang pada tahun 2027 mendatang.
"Industri sarung tangan global diestimasi mengalami pertumbuhan rata-rata tahunan atau CAGR (Compound Annual Growth Rate) sebesar 8%--10%," kata Ridwan.
Seiring itu, permintaan terhadap cetakan sarung tangan tentu juga mengalami lonjakan. MARK mengklaim berada pada posisi yang strategis untuk memanfaatkan peluang ini dengan meningkatkan kapasitas produksi serta inovasi produk.
Sebagai catatan, saat ini MARK memiliki tiga pabrik di Deli Serdang, Sumatera Utara, dengan kapasitas produksi total sebesar 24 juta cetakan sarung tangan per tahun.
Manajemen MARK juga tetap mewaspadai efek berakhirnya program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) pada akhir 2024 lalu. Ridwan mengaku, meski terjadi kenaikan harga gas komersial, tetapi hal itu tidak berpengaruh signifikan terhadap total biaya produksi perusahaan. Sebab, kontribusi biaya energi yang meliputi listrik, air, dan gas hanya berkisar 10% dari total beban pokok pendapatan MARK dalam satu tahun.
Walau begitu, MARK tetap berharap pasokan gas bisa terjamin stabil agar proses produksi cetakan sarung tangan perusahaan ini tidak terhambat dan berjalan sesuai jadwal.
Baca Juga: Mark Dynamics (MARK) Penjualan Capai Rp 800 Miliar di Akhir 2024
Selanjutnya: Philips Luncurkan Sistem MRI Blue Seal Bebas Helium Dukung Kesehatan Berkelanjutan
Menarik Dibaca: Philips Luncurkan Sistem MRI Blue Seal Bebas Helium Dukung Kesehatan Berkelanjutan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News