kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.909   21,00   0,13%
  • IDX 7.193   52,26   0,73%
  • KOMPAS100 1.105   10,19   0,93%
  • LQ45 877   10,63   1,23%
  • ISSI 221   0,76   0,35%
  • IDX30 448   5,44   1,23%
  • IDXHIDIV20 539   4,64   0,87%
  • IDX80 127   1,28   1,02%
  • IDXV30 134   0,28   0,21%
  • IDXQ30 149   1,42   0,96%

Masih ada holding BUMN yang belum optimal, begini kata pengamat


Selasa, 13 April 2021 / 22:22 WIB
Masih ada holding BUMN yang belum optimal, begini kata pengamat
ILUSTRASI. Logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terpasang di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/7/2020). ANATAR FOTO/Aprillio Akbar/nz


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gencarnya upaya pemerintah untuk menggabungkan beberapa perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bentuk holding tidak melulu optimal untuk mendorong value atau nilai perusahaan terkait. 

Pengamat BUMN dan LM FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto mengungkapkan, proses post merger integration (PMI) harus dicermati setelah terbentuknya holding. Dimana, proses meliputi standarisasi atas proses bisnis, fungsi-fungsi perusahaan dan konsolidasi corporate culture. "Itu berpengaruh besar terhadap keberhasilan holding. Apabila PMI berjalan mulus maka diharapkan holding berjalan sukses," jelas Toto kepada Kontan, Selasa (13/4).  

Sementara itu, Toto memandang efektifitas holding BUMN relatif sudah berjalan dengan baik. Meskipun dia mengaku masih ada holding yang belum optimal dan bahkan mengalami kerugian seperti holding PTPN.

Baca Juga: MIND ID kantongi pendapatan Rp 66,56 triliun pada tahun lalu

Tak hanya PTPN, teranyar kinerja holding BUMN Karya juga menunjukkan performa yang lesu sepanjang tahun lalu. Kondisi tersebut semata-mata karena dampak Covid-19, terutama diterapkannya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Alhasil, mobilitas masyarakat dan barang cenderung terbatas. 

Pandemi Covid-19 juga membuat banyak proyek BUMN Karya mengalami penundaan, sehingga pendapatan dari holding BUMN tersebut tertekan tajam. Ditambah lagi, program divestasi tidak berjalan mulus akibat dampak Covid-19, sehingga arus cash flow tertekan. "Kalau semester II-2021 program vaksin relatif sudah merata, diharapkan sektor ini segera bangkit," tuturnya.

Toto juga mengingatkan, kalau sejatinya holding BUMN Karya juga banyak mendapat penugasan pemerintah di sektor infrastruktur. Hanya saja, karena tidak semua proyek tersebut didanai sepenuhnya oleh pemerintah, Toto memandang kondisi tersebut turut menjadi beban bagi BUMN terkait.

Adapun untuk holding tambang, dia menilai relatif cukup menunjukkan performa yang baik khususnya dalam meningkatkan holding value creation. Setidaknya, sinergi antar anggota holding sudah berjalan dan mulai memasuki fase hilirisasi, tercermin dari pembangunan smelter nikel antara Inalum dengan PT Aneka Tambang (Antam).

Di samping itu, holding BUMN juga mulai mampu mengakuisisi PT Vale Indonesia (INCO) sebagai sumber utama industri baterai nasional. "Keunggulan holding juga dari pengaturan financing group yang mengandalkan global bond dan diterima market dengan antusias," tambah Toto.

Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) kembali divestasi dua ruas tolnya, ini rekomendasi analis

Toto menekankan, pembentukan holding bukan sekedar untuk mengurangi jumlah BUMN, melainkan juga meningkatkan value atau nilainya. Secara prinsip, saat dilakukan holding maka value suatu perusahaan akan lebih besar dibandingkan jika BUMN berdiri sendiri. 

Apalagi, untuk rencana pembentukan holding pariwisata diniliai memiliki cakupan yang luas dan bukan hanya sekedar hotel ataupun destinasi wisata. Aspek seperti transportasi dan logistik juga menjadi perhatian dalam pembentukan holding pariwisata ke depan. 

"Jadi, kalau holding BUMN sektor pariwisata belum bisa terbentuk saat ini, minimal klaster BUMN-nya sudah terbentuk. Sehingga, sinergi antar anggota klaster bisa dioptimalkan," ungkapnya.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×