Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-TANGERANG SELATAN. Indonesia tetap mengandalkan energi fosil sebagai sumber energi sementara selama masa transisi menuju Net Zero Emission (NZE). Pemerintah akan memanfaatkan teknologi penangkapan karbon untuk menanggulangi emisinya.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto menyatakan, Indonesia terus menggunakan fosil dalam beberapa waktu ke depan sehingga ada beberapa alternatif yang dilakukan untuk menekan emisi yang dihasilkan.
“Pertama, tentu kita bayar pajak karbon. Kedua, menggunakan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS),” ujarnya ditemui di sela acara Enlit Asia 2023 di ICE BSD, Selasa (14/11).
Jika tidak menggunakan kedua upaya tersebut, lanjut Djoko, target emisi tidak berkurang karena Indonesia masih membutuhkan listrik yang stabil lewat energi fosil. Sedangkan, pembangkit energi baru terbarukan (EBT) realisasinya masih belum sesuai yang diharapkan.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Teknologi CCS Bisa Antarkan Sektor Migas Ikuti Perdagangan Karbon
“Kan kita target NZE itu EBT 60% masih ada 40% fosil, nah itu harus dilengkapi dengan CCS/CCUS,” jelasnya.
Melihat adanya potensi CCS di Indonesia hingga 400 giga ton, Indonesia menekan dua perjanjian teknologi penangkapan karbon di tengah Pertemuan Bilateral AS-Indonesia pada Senin (13/11).
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi menyatakan, dengan adanya perjanjian ini, semua perangkat di Indonesia, khususnya dari sisi Pemerintah, telah siap memanfaatkan potensi CCS Indonesia.
“Ini dilakukan untuk kemajuan industri rendah karbon, peningkatan investasi, dan pembukaan lapangan kerja baru untuk masyarakat Indonesia," ujar Jodi dalam keterangan resmi hari ini.
Dengan potensi penyimpanan carbon yang sangat besar, pemerintah yakin dapat menghadirkan peluang bisnis dan investasi yang signifikan bagi Indonesia.
Dalam konteks implementasi tersebut, dua perjanjian terkait CCS yang ditandatangani meliputi Amendemen Pokok-Pokok Perjanjian (HOA) yang memungkinkan kemajuan lebih lanjut CCS Hub oleh PT Pertamina (Persero) dengan ExxonMobil. Kedua Nota Kesepahaman (MOU) antara Pemerintah Indonesia dan ExxonMobil.
Baca Juga: Indonesia Berpotensi Menjadi Salah Satu Hub Karbon Dunia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif turut hadir dalam acara penandatanganan perjanjian ini. Menurutnya, teknologi penangkapan karbon tidak hanya berdampak pada pengurangan emisi, tetapi perjanjian ini juga akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
"Dua perjanjian yang ditandatangani hari ini menandakan langkah penting dalam perjalanan Indonesia sebagai pemimpin dalam pengurangan emisi,” ujarnya.
Teknologi mutakhir di balik CCS Hub dan kompleks petrokimia tidak hanya akan mengurangi emisi dan mendorong industri rendah karbon tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News