kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Memanasnya Geopolitik Dunia Bisa Goyang Ketahanan Energi Indonesia


Rabu, 18 Oktober 2023 / 18:30 WIB
Memanasnya Geopolitik Dunia Bisa Goyang Ketahanan Energi Indonesia
ILUSTRASI. Antrean pengendara motor?untuk pengisian BBM jenis Pertalite pada SPBU Pertamina di Depok, Jawa Barat, Jumat (6/10/2023). (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Energi Nasional (DEN) menilai saat ini posisi ketahanan energi Indonesia belum cukup kuat. Memanasnya geopolitik dunia di tengah berbagai konflik antar negara dikhawatirkan bisa menggoyang pasokan energi yang mayoritas masih dipenuhi dari negara lain. 

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), ketahanan energi didefinisikan sebagai suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. 

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Eri Purnomohadi menyatakan ketahanan energi nasional Indonesia berada pada angka 6,6 yang artinya Indonesia masuk dalam kategori tahan dan kurang tahan. 

“Ini kenapa? Karena seperti diketahui adanya perang Rusia dengan Ukraina, Isreal sekarang dengan Palestina. Jadi ini energy security terganggu dengan meningkatnya Indonesia Crude Price (ICP), energi fosil terus meningkat, minyak gas,” jelasnya dalam konferensi pers Energy Transitions Conference & Exhibition dan Anugerah DEN 2023 di Jakarta, Rabu (18/10). 

Baca Juga: Tak Bisa Langsung Digarap, KLHK Tegaskan Eksplorasi Blok Warim Perlu Prosedur Khusus

Eri menjelaskan, saat ini mayoritas sumber energi di Indonesia masih diimpor. Misalnya saja gas LPG 70% diimpor, kemudian minyak mentah dan BBM juga lebih banyak dipasok dari luar negeri. 

“Dengan banyaknya impor energi ini ketahanan energi belum di posisi sangat tahan atau kuat,” imbuhnya. 

Oleh karenanya, ketahanan energi merupakan isu utama yang harus didorong di era transisi energi dengan memaksimalkan sumber kemandirian energi melalui pemanfaatan energi terbarukan misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit LIstrik Tenaga Surya (PLTS), hingga panas bumi. 

“Nah ini yang menjadi bagian bagaimana transisi energi ke depan memperkuat sisi ketahanan energi dan kemandirian energi,” tegasnya. 

Sebelumnya, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha pernah memaparkan, ada empat aspek ketahanan energi di Indonesia. 

Pertama, ketersediaan sumber energi dan energi baik dari domestik maupun luar negeri (availability). Kedua, kemampuan mengakses sumber energi, infrastruktur jaringan energi, termasuk tantangan geografis dan geopolitik (accessibility). 

Ketiga, keterjangkauan biaya investasi energi, mulai dari biaya eksplorasi, produksi dan distribusi hingga keterjangkauan konsumen terhadap harga energi (affordability). Dan keempat, serta penggunaan energi yang peduli lingkungan di darat, laut dan udara termasuk penerimaan masyarakat (acceptability).

Baca Juga: Pertamina dan Petronas Resmi Gantikan Shell di Blok Masela

“DEN telah menyusun Grand Strategi Energi Nasional (GSEN). Secara garis besar, program strategis yang dicanangkan meliputi pengurangan impor energi (minyak bumi, LPG, dan BBM),” ujarnya dikutip dalam laman resmi DEN Jumat (14/7). 

Kemudian pengembangan infrastruktur gas bumi dan listrik, optimalisasi pemanfaatan batubara, pengembangan EBT, serta penerapan konservasi energi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×