Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pada April lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan surat edaran terkait kepemilikan saham asing alias status penanaman modal asing (PMA). Pemerintah meminta kepada seluruh daerah yang masih memegang dokumen izin usaha pertambangan (IUP) yang ada saham asingnya untuk diserahkan ke pusat.
Terdapat dua payung hukum yang digunakan pemerintah terkait penarikan dokumen izin tambang asing ke pusat. Yaitu peraturan pelaksanaan UU Minerba berupa PP Nomor 77 Tahun 2014 terkait pengusahaan pertambangan, dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Yang menarik, pemerintah juga memastikan IUP-IUP milik PT Bukit Asam Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Timah Tbk termasuk tambang berstatus PMA. Dengan alasan, ketiga perusahaan pelat merah ini sudah listed atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dan ada kepemilikan asing di dalam saham yang telah dilepas.
Sesuai dengan PP Nomor 77/2014, Surat Edaran Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 02.E/30/DJB/2015 tentang IUP yang dimiliki oleh perusahaan BUMN tersebut meminta pengembalian dokumen IUP pelat merah ini wajib diserahkan daerah paling lambat 14 Oktober 2015.
Namun, alasan perusahaan terbuka untuk mengganggap BUMN sebagai bagian perusahaan PMA menjadi kurang masuk akal apabila mengambil landasan dari PP Nomor 77/2014. Sebab, dalam beleid tersebut terdapat satu pasal yang secara khusus menyebutkan pengakuan pemerintah terhadap 20% saham perusahaan asing di bursa sebagai kepemilikan nasional.
"Kebijakan pemerintah soal modal asing dan divestasi saham asing jadi cacat logika. Bagaimana mungkin, saham BUMN di bursa dinilai ada bagian kepemilikan asing, sementara 20% saham Vale di bursa diakui sebagai pemilikan nasional," kata Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) ke KONTAN, Minggu (3/5).
Surat edaran Dirjen Minerba bisa dipastikan memiliki keterkaitan erat dengan PP Nomor 77/2014 karena menjadi landasannya. Namun, terbitnya surat edaran tersebut justru membuktikan pemerintah tidak konsisten dalam membuat kebijakan di sektor pertambangan.
Bahkan, Ladjiman bilang, hal tersebut juga membuktikan bahwa pengakuan pemerintah terhadap 20% saham Vale di BEI sebagai bagian kepesertaan Indonesia harus dipertanyakan ulang. "Pasti banyak asingnya kalau dilepas di bursa saham, karena itu keharusan divestasi saham Vale sulit tercapai sesuai UU Minerba," kata dia.
Ketika dikonfirmasi, R Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengakui memang belum bisa memastikan 20% saham Vale merupakan kepemilikan modal domestik. Yang jelas, dia tidak ingin mengkait-kaitkan surat edaran yang ditandatanganinya pada 7 April 2014 dengan PP Nomor 77/2014 terkait divestasi saham tambang asing.
"Mungkin surat edaran itu kurang tepat dan seharusnya tidak ada kata bursanya. Saham IUP BUMN memang ada asingnya, liat saja list kepemilikannya," kilah Sukhyar di kantornya, akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan, sejatinya ada tujuan lain dari pemerintah untuk menarik dokumen IUP perusahaan pelat merah dari tangan daerah, yakni melindungi kinerja BUMN dari kepentingan daerah sehingga perizinannya harus ditarik ke pusat. Tapi, alasan tersebut tidak dituangkan dalam surat edaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News