kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar implementasi industri 4.0 yang berpeluang tertunda saat new normal tiba


Jumat, 29 Mei 2020 / 18:46 WIB
Menakar implementasi industri 4.0 yang berpeluang tertunda saat new normal tiba
ILUSTRASI. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pengembangan industri 4.0 oleh pemerintah berpeluang terganggu dengan datangnya wabah Covid-19. Sebab konsep canggih industri tersebut belum jadi prioritas utama bagi pebisnis yang masih berupaya untuk memulihkan usahanya terlebih dahulu.

Bahkan menurut Oki Widjaja, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Industri Elektronika dan Alat-Alat Rumah Tangga (Gabel) kalau ada rencana baru pun berpeluang tertunda. 

"Soalnya (industri 4.0) ini perlu investasi, sementara sekarang fokus industri ialah surviving terlebih dahulu," kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (29/5).

Baca Juga: API: Kenormalan baru bisa mempercepat penerapan industri 4.0 pada industri TPT

Menurut Oki, membangun industri 4.0 bukan hal instan, perlu banyak yang terlibat di dalamnya, tak bisa hanya dari pelaku industri saja. Untuk tenaga kerja misalnya, diperlukan spesialisasi tertentu dengan pendidikan yang mumpuni.

Beberapa catatan Gabel terkait industri 4.0 ialah perlunya pengembangan konektivitas data dan supply chain, serta adanya software yang mampu membuat produksi kian efisien dan pada akhirnya memicu digitalisasi dan otomatisasi.

Industri 4.0 yang membutuhkan tenaga kerja ramping, juga berpeluang menimbulkan dilema lantaran saat ini keadaan new normal dan pasca wabah Covid-19 akan ada ledakan tenaga kerja sehingga dibutuhkan sektor industri yang menyerap tenaga kerja besar. Karena itu, pemerintah perlu mengkaji kembali implementasi industri 4.0 ini terhadap kondisi new normal.

"Mungkin begini, saya melihatnya tenaga kerja yang dibutuhkan akan berbeda. Bukan lagi tenaga buruh kasar, tapi tenaga kerja dengan kemampuan tinggi. Jadi kalau kita mau serius, harus repair dulu pendidikan dan pelatihan tenaga kerja," sebutnya.




TERBARU

[X]
×