Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan harga minyak mentah dunia tidak akan signifikan menyusul efek kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB). Langkah antisipasi yang sigap untuk menyelamatkan SVB telah menghindarkan potensi harga minyak turun lebih dalam.
Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong mengatakan bahwa penurunan harga minyak jelas sangat terpengaruh oleh gejolak krisis perbankan akhir-akhir ini. Seperti diketahui, salah satu bank besar di Amerika Serikat (AS) yakni SVB menyebabkan krisis pada pasar keuangan global yang saat ini telah menjalar ke Eropa.
Meskipun telah dilakukan upaya bantuan penyelamatan alias bail out oleh pemerintah AS, namun SVB menimbulkan kegelisahan bagi kondisi perbankan lainnya salah satunya Credit Suisse yang membuat pasar dunia tengah dalam ketakutan.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Anjlok 5%, Kekhawatiran pada Sektor Perbankan Meningkat
Saham Credit Suisse anjlok akibat adanya kekhawatiran investor di Eropa dan Amerika Serikat terkait potensi penurunan deposito bank global. Aksi jual besar-besaran terjadi terhadap saham Bank asal Swiss tersebut di pasar keuangan pada perdagangan kemarin.
Walaupun demikian, Lukman melihat harga minyak tidak akan turun di bawah level US$ 60 per barel. Apabila krisis perbankan meluas, maka bank-bank sentral dunia diperkirakan akan menurunkan suku bunga. Hal ini bisa mendukung harga minyak.
Selain itu, apabila harga terus menurun, maka OPEC+ juga diperkirakan akan kembali memangkas produksi.
Lukman bilang, suplai terutama dari AS diperkirakan akan terus meningkat. Sementara, untuk pasar global secara keseluruhan, IEA memperkirakan pasar minyak akan defisit pada akhir tahun 2023.
Pemulihan China diperkirakan akan mendorong permintaan minyak global ke rekor tertinggi, dengan permintaan minyak mencapai 102 juta barel per hari (bpd). Permintaan dari China sendiri diperkirakan meningkat 710.000 bpd.
Baca Juga: Neraca Perdagangan pada Februari Diramal Menipis, Ini Alasannya
"Namun semua proyeksi ini di luar risiko kemungkinan merembetnya krisis pada perbankan," ungkap Lukman kepada Kontan.co.id Kamis (16/3).
Founder Traderindo.com Wahyu Triwibowo Laksono menambahkan bahwa sentimen SVB dan Credit Suisse jelas mengancam kondisi pasar global termasuk komoditas minyak. Pada bursa Wall Street terpantau melemah, serta major currencies terutama Euro dan CHF ikut anjlok.
Wahyu berujar, jika kasus perbankan ini tidak dapat dikendalikan maka akan bisa merembet ke banyak bank lainnya. Apabila tidak mampu dikendalikan, maka banyak bank akan tutup, bisnis lainnya yang tergantung bank juga terdampak. Pada akhirnya pengangguran bakal bertambah dan menciptakan krisis ekonomi.
“Krisis ekonomi jelas menekan permintaan banyak komoditas terutama minyak. Saat ini, outlook pertumbuhan global sudah terancam melemah,” kata Wahyu kepada Kontan.co.id, Kamis (16/3).
Pada saat yang sama, lanjut wahyu, International Energy Agency (IEA) melaporkan peningkatan inventaris minyak, yang mendorong pasokan minyak tertinggi dalam 18 bulan.
Laporan mingguan EIA telah menggemakan kekhawatiran ini, persediaan AS naik 1,55 juta barel pekan lalu, lebih tinggi dari perkiraan 1,18 juta barel.
Baca Juga: Harga Minyak Turun Dua Hari Beruntun Hingga Rabu (8/3)
Dalam konteks tertentu, isu perbaikan hubungan Saudi Arabia dan Iran juga bisa mempengaruhi pelemahan harga. Sebab, konteks geopolitik tersebut memicu ketenangan dan peluang penambahan suplai dari Iran.
“Jika kondisi seperti ini terus, bahkan terjadi krisis ekonomi global, maka tinggal menunggu keputusan antara The Fed dan sejumlah bank sentral memangkas tingkat suku bunga atau OPEC memotong produksi,” ujar Wahyu.
Wahyu menuturkan, apabila OPEC melakukan intervensi dengan memangkas produksi maka bisa memicu harga minyak naik. Di sisi permintaan, harga minyak dunia masih ditopang oleh sentimen pembukaan kembali ekonomi China yang akan mendukung kenaikan harga.
"Dengan catatan, krisis ekonomi global tidak akan terjadi, maka permintaan masih akan melampaui suplai," imbuh Wahyu.
Dengan demikian, Wahyu memproyeksikan harga minyak mentah dunia masih bisa di atas level US$ 80 per barel di akhir tahun nanti. Sebaliknya, jika krisis ekonomi global terjadi maka minyak dunia bisa di level US$ 40 per barel – US$ 50 per barel di akhir tahun 2023.
Baca Juga: Terdorong Kondisi Ekonomi Global, ICP Februari 2023 Naik ke Level US$ 79,48 Per Barel
Sedangkan, Lukman memperkirakan harga minyak di semester I-2023 akan berada di kisaran US$60 per barel - US$75 per barel. Sementara di akhir tahun ini akan berada di rentang US$ 70 per barel - US$ 90 per barel.
Mengutip Barchart, Kamis (16/3) pukul 17.30 WIB, harga minyak mentah Brent kontrak May 2023 berada di level US$ 74,32 per barel, atau turun sekitar 10,21% dari posisi harga di awal pekan pada Senin (13/10) yang berada di area US$ 82,78 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah Intermediate West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) untuk kontrak pengiriman April 2023 berada di level US$ 68,13 per barel. Harga ini telah turun sekitar 11% dari awal pekan yang berada di level US$ 76.68 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News