kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengintip rencana perusahaan tambang di tengah penurunan harga batubara acuan (HBA)


Kamis, 09 Desember 2021 / 16:52 WIB
Mengintip rencana perusahaan tambang di tengah penurunan harga batubara acuan (HBA)
ILUSTRASI. Kapal tongkang pengangkut batubara. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/rwa.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) menyusut usai mengalami kenaikan berturut-turut di beberapa bulan terakhir.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan, HBA bulan Desember sebesar US$ 159,79 per ton. Jumlah itu turun US$ 55,22 per ton dibandingkan dengan HBA bulan November 2021 lalu yang mencapai US$ 215,01 per ton.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi menerangkan, penurunan HBA dipengaruhi oleh intervensi kebijakan Pemerintah Tiongkok dalam menjaga kebutuhan batubara domestik mereka.

“Pemerintah Tiongkok telah meningkatkan produksi batubara dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang berdampak pada meningkatnya stok batubara domestik Tiongkok serta kebijakan pengaturan harga batubara oleh pemerintah setempat,” ujar Agung dalam keterangan tertulis.

Baca Juga: HBA Desember turun jadi US$ 159,79 per ton, berikut faktor pendorongnya

Faktor lainnya yang juga turut mendorong penurunan HBA ialah adanya peralihan  masih berlangsungnya krisis energi. Agung bilang, fenomena krisis energi yang masih berlangsung ini diikuti oleh merangkaknya komoditas energi fosil di luar batubara. “Peralihan penggunaan batubara global akibat melonjaknya harga gas dan minyak bumi mulai ter-recovery," jelas Agung.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menilai, penurunan HBA di bulan Desember merupakan suatu yang yang wajar. “Harga yang sempat tinggi diatas US$ 200 (per ton) itu suatu anomali, sehingga turunnya juga diprediksi cepat, apalagi pemerintah Tiongkok intervensi dengan kebijakan mereka untuk menekan harga,” ujar Hendra kepada Kontan.co.id (9/12).

Sedikit informasi, HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.

Sebelumnya, HBA terus mengalami kenaikan di  hampir sepanjang tahun 2021 ini. Setelah dibuka pada level US$ 75,84 per ton di Januari, HBA mengalami kenaikan pada bulan Februari menjadi US$ 87,79 per ton, lalu sempat turun di Maret US$ 84,47 per ton. 

Pada perkembangan selanjutnya, HBA terus mengalami kenaikan secara beruntun hingga menembus US$ 200 per ton di bulan November 2021. Perincian harganya yakni sebesar US$ 86,68/ton di April, US$ 89,74/ton di Mei, US$ 100,33/ton di Juni, US$ 115,35/ton di Juli, US$ 130,99/ton di Agustus, US$ 150,03/ton di September, US$ 161,63/ton di Oktober, dan US$ 215,01/ton di November.

Hendra mengaku belum bisa memprediksi seperti apa perkembangan harga batubara ke depan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Febriati Nadira.

“Harga batu bara tidak dapat kami prediksi, karena itu kami akan  terus  memaksimalkan upaya untuk fokus terhadap  keunggulan operasional bisnis inti, meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasi, menjaga kas dan mempertahankan posisi keuangan yang solid,” ujar Nadira kepada Kontan.co.id, Kamis (9/12).

Lebih lanjut, Nadira memastikan bahwa ADRO akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasi sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan. Hal ini dilakukan dengan terus berfokus untuk mempertahankan marjin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan.

Hingga tutup tahun nanti, ADRO masih mengejar target produksi 52 juta - 54 juta ton batubara untuk tahun buku 2021. Pada sembilan bulan pertama tahun ini, realisasi produksi batubara ADRO mencapai 39,64 juta ton, setara kurang lebih 73,40%-76,23% dari target produksi  52 juta - 54 juta ton berdasarkan hitungan kasar Kontan.co.id. “(Rencana produksi 2022) ditunggu saja, nanti diinfokan,” ujar Nadira.

Di luar harga, ADRO optimistis bahwa pasar batubara masih akan terus menjanjikan secara fundamental. Faktor pendorongnya antara lain pertumbuhan permintaan di wilayah Asia Tenggara dan Asia Selatan. “Kami masih menjaga ekspor di wilayah Asia Tenggara, China, Asia Timur, India, Selandia Baru. Adaro juga akan senantiasa mengikuti ketentuan  DM0 (domestic market obligation),” tegas Nadira.

Sementara itu, Direktur dan Sekretaris Perusahaan  PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Dileep Srivastava mengatakan, pihaknya optimistis harga batubara bisa kembali meningkat di tahun 2022. 

Beberapa faktor yang menurut Dileep berpotensi mendorong kenaikan harga batubara di antaranya ialah naiknya permintaan batubara di tingkat domestik dan regional Asia serta keterbatasan pasokan akibat sulitnya pendanaan untuk proyek-proyek baru batubara di tingkat global.

Baca Juga: Impor batubara China mencapai level tertingginya pada November 2021

Dengan prospek yang demikian, kata Dileep, tidak menutup kemungkinan BUMI membidik kenaikan produksi batubara di tahun 2022. Hanya saja, saat ini BUMI belum memfinalisasi berapa rencana produksi untuk tahun depan.

“Kami belum memfinalisasi rencana produksi untuk tahun 2022, namun sepertinya akan wajar untuk membidik kenaikan produksi 5%-10% dibanding produksi tahun ini,” ujar Dileep kepada Kontan.co.id (9/12).

Pada sepanjang tahun 2022 ini, BUMI membidik target produksi 80 juta - 82 juta ton batubara tahun ini. Sebagai pembanding, realisasi produksi batubara BUMI di tahun 2020 berjumlah 81,5 juta ton.  Angka produksi ini lebih rendah dibanding panduan produksi batubara BUMI sebelumnya yang sebesar 85 juta - 89 juta ton. Revisi target ini ditetapkan setelah menimbang kondisi curah hujan yang mengganggu produksi.

Dileep memastikan, BUMI akan memprioritaskan penjualan domestik dibanding ekspor. “BUMI memprioritaskan penjualan domestik dulu, baru kemudian ekspor. Permintaan domestik saat ini sedang meningkat,” ujar Dileep.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×