Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri dan bertugas menyediakan cadangan strategis Minyak Bumi. Komitmen ini dituangkan dalam Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Sejalan dengan komitmen itu, pemerintah memiliki ambisi yang tidak main-main. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto mengatakan, RI bakal menghentikan ekspor gas pada tahun 2036 mendatang. Hal ini juga dilakukan untuk mengawal upaya transisi menuju energi bersih.
“Kita sudah akan menghentikan ekspor gas, kita manfaatkan di dalam negeri di tahun 2036 sebagai transisi energi kita menggunakan gas menuju net zero emission,” kata Djoko dalam acara 'DETalks - Penggunaan Gas Bumi Menuju Transisi Energi' (25/8).
Dalam catatan DEN, ekspor gas dari tahun terus menunjukkan tren penurunan. Pada 5 tahun terakhir misalnya, ekspor gas secara berturut-turut terus mengalami penurunan dari semula 3.090,3 BBTUD pada tahun 2015 menjadi 2.859,8 BBTUD di tahun 2016, 2.736,3 BBTUD di tahun 2017, 2.668,9 BBTUD di tahun 2018, 2.155, BBTUD di tahun 2019, dan 2.108,2 BBTUD di tahun 2020.
Sebaliknya, realisasi pemanfaatan gas untuk domestik terus mengalami kenaikan selama kurun waktu 2015-2019, yakni dari semula 3.881,6 pada tahun 2015, lalu kemudian naik berturut-turut menjadi 3.996,8 BBTUD di tahun 2016, 3.880,4 BBTUD di tahun 2017, 3.994,6 BBTUD di tahun 2018, dan 3.984,7 BBTUD di tahun 2019.
Baca Juga: Menilik strategi Aneka Gas Industri (AGII) memenuhi permintaan kebutuhan gas medis
Hanya saja, realisasi pemanfaatan gas untuk domestik memang mengalami penurunan ke angka 3.592,8 BBTUD di tahun 2020. Efek gulir pagebluk Covid-19 ditengarai sebagai biang kerok di balik penurunan tersebut. Dengan realisasi ini, pemanfaatan gas untuk domestik pada tahun 2020 mencapai 63,02% dari total penyaluran.
Djoko menuturkan, pemerintah memang memiliki paradigma baru dalam penggunaan energi, yakni menjadikan energi sebagai modal pembangunan nasional. Seturut hal ini, pemanfaatan minyak dan gas (migas) diutamakan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi guna menghasilkan multiplier effect seperti penciptaan nilai tambah di dalam negeri serta penyerapan tenaga kerja.
Kebijakan penyesuaian harga gas untuk industri tertentu oleh pemerintah merupakan wujud dari paradigma tersebut. “Jadi (energi) tidak diutamakan untuk penerimaan negara,” ujar Djoko.
Meski begitu, tren pertumbuhan pemanfaatan gas domestik dinilai masih rendah. Sekretaris SKK Migas, Taslim Z. Yunus mengatakan, pertumbuhan rata-rata pemanfaatan gas bumi oleh pembeli dalam negeri itu hanya berkisar 1 % per tahun sejak tahun 2012 lalu. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang bisa mencapai 4%-5% per tahun.
“Di sini kita mengharapkan bahwa konsumsi domestik ini bisa lebih besar lagi, kalau gas kita itu dilarang ke luar negeri,” kata Taslim (24/8).