Reporter: Ahmad Febrian, Yudho Winarto | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan over-the-top (OTT) asing mendominasi pasar Indonesia. "Film dan acara televisi produksi OTT, dikonsumsi oleh lebih dari 200 juta pengguna internet di Indonesia, populasi internet terbesar keempat di dunia," ujar Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, dalam keterangan resmi, belum lama ini.
Maraknya konsumsi OTT itu tak lepas dari sudah tersebarnya infrastruktur digital yang dibangun oleh operator telekomunikasi di Indonesia. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 79,50%.
Namun, seperti yang diungkapkan Meutya, penetrasi internet yang sangat tinggi ini masih dinikmati oleh penyedia layanan OTT asing. Sekretaris Jenderal (Sekjen) APJII, Zulfadly Syam menyatakam OTT asing ada yang belum memiliki infrastruktur atau entitas hukum tetap di Indonesia.
Menurut Zulfadly, maraknya OTT yang beroperasi di Indonesia ini lantaran regulasi yang dibuat pemerintah terhadap industri digital dan penguatan ekosistemnya masih lemah.
Menurut Zulfadly hingga saat ini OTT asing yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia tidak memberikan kontribusi maksimal kepada negara. Seperti tidak membayar pajak. Mereka hanya sekadar mendaftarkan perusahaannya sebagai penyelenggara sistem elektronik.
Baca Juga: Meutya Hafid Minta Platform OTT Asing Tak Dominasi Pasar Indonesia
"OTT satu lapisan saja dari arsitektur digital. OTT asing berkembang di Indonesia karena infrastruktur internet dikembangkan anggota APJII. OTT asing hanya melewati infrastruktur tanpa memberikan kontribusi, baik untuk anggota APJII maupun negara," tegas Zulfadly, dalam penjelasannya, Rabu (23/7).
Menurut dia, jika pemerintah tidak memiliki konsep yang kuat terhadap OTT, penyedia internet hanya akan mempersiapkan jaringan untuk OTT asing tersebut. Padahal, sumber daya operator telekomunikasi di Indonesia seperti frekuensi dan bandwidth terbatas. Namun, trafik data dari OTT terus mengalami peningkatan eksponensial.
Harga internet diharapkan makin murah. Sedangkan untuk dapat mengakses OTT asing juga membutuhkan bandwidth ke luar negeri dengan kapasitas besar, tentu memerlukan biaya lebih.
Zulfadly mengakui, saat ini Indonesia tidak memiliki daya tawar kepada OTT asing. Ia mencontohkan, di China, pemerintah di sana mampu memaksa OTT asing tunduk pada aturan.
"OTT asing itu hadir karena kita dianggap tidak mampu membua. Padahal, kita mampu, hanya saja perhatian pemerintah untuk menciptakan iklim riset dan inovasi untuk OTT sangat minim, bahkan tidak ada," ungkap Zulfadly.
Zulfadly meminta agar pemerintah dapat menata ulang regulasi telekomunikasi di Indonesia. Pemerintah memiliki kewajiban membenahi infrastruktur internet di Indonesia. Telekomunikasi merupakan sektor strategis yang harus dijaga pemerintah guna kepentingan nasional.
"Selain itu, pemerintah harus menciptakan ekosistem dengan membuka ruang dan iklim berinovasi yang luas agar OTT lokal dapat tumbuh," imbuh Zulfadly..
Selanjutnya: Tarif Impor AS Turun, Pasar Domestik Terancam Banjir Produk Impor
Menarik Dibaca: Fitur Lifestyle Hadir di PLN Mobile, Perluas Layanan ke Ranah Hiburan dan Gaya Hidup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News