kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menyorot pro kontra kebijakan cutting HE-19 dan afkir dini ayam parent stock


Senin, 16 Agustus 2021 / 17:07 WIB
Menyorot pro kontra kebijakan cutting HE-19 dan afkir dini ayam parent stock
ILUSTRASI. Suasana peternakan ayam potong di kawasan Deli Serdang, Sumatera Utara, Selasa (27/7/2021). Menyorot pro kontra kebijakan cutting HE-19 dan afkir dini ayam parent stock.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

Pola konsumsi berubah sedang naik atau turun, makanya pemerintah perlu menghitung ulang berapa impor GPS yang dibutuhkan di masa pandemi hingga mendatang. Terbukti angka konsumsi menurun, maka dilakukan cutting pasokan melalui HE, untuk menciptakan keseimbangan supply-demand.

Berdasarkan data, Ditjen PKH Kementan realisasi impor GPS broiler pada tahun 2015 untuk 15 perusahaan importir GPS sebesar 621.723 ribu ekor. Pasalnya pada tahun 2018 kuota impor GPS meningkat menjadi 797.092 ekor dan sedikit turun pada tahun 2019 menjadi 707.000 ekor.

Meningkatnya kuota impor GPS berkorelasi dengan mencuatnya oversupply dan anjloknya harga livebird mencapai Rp 7.000 per kilogram di tingkat peternak. Tidak sedikit peternak rakyat gulung tikar akibat mengalami kerugian yang berkepanjangan.

Pentingnya pemerintah kalkulasi GPS dengan baik dan benar supaya tidak terjadi overstock di berbagai tingkatan perusahaan. Hak dan kewajiban peternak skala Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) juga diberikan kuota GPS supaya tidak tergantung kepada integrator.

Terutama bagaimana pemerintah menghapus kuota GPS atas insentif ekspor kepada sejumlah perusahaan. Sebab kegiatan ekspor hanya sebagai simbolik, artinya tidak berkelanjutan.

Baca Juga: Pinsar menyebut harga ayam di tingkat peternak mulai stabil

Untuk menjawab tantangan, supaya oversupply masih bisa dikendalikan tetapi tidak melakukan program cutting HE-19 (aborsi) atau afkir dini ayam PS. Maka
pemerintah perlu melibatkan seluruh stakeholder perunggasan nasional baik pelaku industri, peternak dan akademisi untuk menghitung kuota impor GPS sesuai kebutuhan.

Dengan pendekatan angka konsumsi ayam di masyarakat, sehingga dapat diketahui berapa sebenarnya kebutuhan ayam GPS yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk diberikan kepada masing-masing perusahaan sesuai kebutuhan atau market masing masing-masing.

Selain itu, untuk menjaga pasokan berlebih sejauh mana perusahaan berkewajiban dalam membangun cold storage dan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) sebagai kartu pengaman jika harga livebird jatuh.

Sehingga pasokan dapat dikendalikan supaya harga tetap terjaga diatas HPP. Tidak hanya itu, bagaimana peran pemerintah membantu industri perunggasan dari sisi penyerapan ayam untuk meningkatkan gizi masyarakat Indonesia yang rendah gizi. Sehingga sejalan dengan program pemberantasan stunting.

Selanjutnya: Peternak desak pemerintah kendalikan produksi agar harga ayam potong tetap terjaga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×