Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa pengembangan PLTS Atap di Indonesia bukan tanpa tantangan. Dari sisi produksi, saat ini sebagian besar komponen pembuatan PLTS Atap, bahkan PLTS secara umum, masih diimpor. “TKDN PLTS baru bisa mencapai 40%,” kata Harris.
Dia berpendapat, hal ini lebih disebabkan karena skala keekonomian PLTS di dalam negeri belum tercapai dengan maksimal.
Kendati demikian, seiring makin gencarnya upaya pemerintah mendorong pemanfaatan PLTS Atap, ditambah makin murahnya harga PLTS Atap secara global, bukan tidak mungkin industri PLTS Atap di dalam negeri akan berkembang pesat di Indonesia.
“Dari sisi kualitas, manufaktur lokal sebenarnya sudah mampu memproduksi PLTS sesuai dengan standar internasional,” terang dia.
Baca Juga: Pemerintah targetkan investasi EBT periode 2020-2024 capai US$ 20 miliar
Harris melanjutkan, rencana Peraturan Presiden (Perpres) Feed in Tariff EBT yang akan diterbitkan sebenarnya tidak mengatur langsung terkait PLTS Atap. Perpres tersebut hanya mengatur harga jual-beli listrik EBT dari pengembang swasta kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Namun begitu, kelak Perpres tersebut tetap mengamanatkan adanya insentif lain guna mendukung pelaksanaan implementasi EBT. Nantinya, pembuatan insentif tersebut akan melibatkan beberapa institusi seperti Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, BKPM, dan sebagainya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News