kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Minyak jatuh, Petrokimia bisa kempit margin


Rabu, 19 Agustus 2015 / 13:36 WIB
Minyak jatuh, Petrokimia bisa kempit margin


Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Melemahnya harga minyak dunia ikut menurunkan harga bahan baku petrokimia. Saat harga minyak mentah dunia turun, harga bahan baku petrokimia seperti nafta juga ikutan turun.

Berdasarkan catatan kantor berita Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) pada Selasa (18/8) untuk pengiriman September di level US$ 41,87 per barel. Harga ini merupakan terendah sejak enam tahun terakhir.

Penurunan harga ini akan disusul penurunan harga nafta. Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (Inaplas) ke KONTAN, Selasa (18/8) bilang, kondisi ini bakal menguntungkan bagi industri bahan baku petrokimia.

Saat harga minyak turun inilah pelaku industri petrokimia bisa memperbesar margin keuntungan. Sebab biaya produksi mereka akan turun, sementara harga jual produknya belum tentu turun. Kalaupun harga jual turun, penurunan harga misalnya produk etilena tak sebesar penurunan harga minyak dunia dan nafta. "Perusahaan produsen etilena akan untung," jelas Fajar.

Dalam hitungan Fajar, saat harga minyak turun ke level US$ 41,87 per barel, maka harga nafta bisa turun ke kisaran US$ 500 - US$ 600 per ton. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, pada saat harga minyak dunia di level US$ 80 per barel, harga jual nafta dibanderol US$ 900 per ton.

Sementara untuk harga etilena saat ini dibanderol di kisaran US$ 900 per ton, lebih rendah ketimbang harga tahun lalu yang masih di kisaran US$ 1.000 per ton. "Harga etilena tak bisa turun, karena ada komponen lain selain nafta saja," terang Fajar.

Industri hilir menikmati

Sebagai gambaran, saat ini perusahaan petrokimia di Indonesia yang menggunakan bahan baku nafta adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). Suhat Miyarso, Vice President Corporate Relation TPIA bilang, perusahaan akan untung jika harga minyak dunia turun. Sebab, perusahaan bisa membeli bahan baku lebih banyak.

Meski punya potensi menikmati margin lebih besar, namun Suhat menyebut saat ini, Chandra Asri belum bisa menikmatinya.

Sebab, dalam dua sampai tiga bulan ke depan, TPIA akan menghentikan sementara pabrik yang memproduksi etilena. Pabrik tersebut akan memasuki masa perawatan.

Selain TPIA, industri petrokimia lain yang menjadikan etilena sebagai bahan baku juga menikmati berkah dari pelemahan harga minyak dunia, meski tak banyak. Mereka antara lain adalah industri petrokimia hilir yang menggunakan etilena sebagai bahan baku produksi biji plastik.

Seperti yang dirasakan oleh PT Chemical Titan Nusantara. Perusahaan ini yang menggunakan etilena sebagai bahan baku produksinya. "Jika harga etilena lebih murah, kami bisa produksi lebih banyak," ujar Jojo Hadrijanto, Manufacturing Director PT Chemical Titan Nusantara.

Meski industri hilir petrokimia juga berpotensi untung  besar dari penurunan harga minyak mentah, namun perusahaan ini kesulitan mematok nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). "Memang harga minyak turun, harga bahan baku turun, tapi kurs dollar naik. Jadi potensi kenaikan margin tak sebesar kenaikan kurs dolar," tambah Fajar.                                               

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×