Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akademisi menilai revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM 26 tahun 2021 tentang PLTS Atap akan mempersulit masyarakat dan pelaku industri beralih ke energi terbarukan.
Guru Besar Teknik Elektro Universitas Udayana Bali, Ida Ayu Dwi Giriantari mengatakan, hal tersebut terutama karena adanya sistem kuota yang disematkan dalam permen itu. "Tentu poin-poin dalam permen pasti akan mempersulit," kata dia dalam keterangannya, Rabu (26/7).
Menurut dia, revisi Permen akan menjadi hal yang kontraproduktif bagi pemerintah untuk mencapai target energi bersih. Pemerintah menargetkan 23% bauran energi terbarukan pada 2025 dimana PLTS Atap menjadi salah satu cara mengejar target itu.
Permen tersebut memang tidak akan membatasi kapasitas terpasang PLTS atap yang boleh dilakukan rumah tangga maupun industri tetapi akan menerapkan sistem kuota.
Ida meminta agar pemerintah untuk terbuka dalam penerapan kuota dimaksud. Ia menekankan agar penyusunan kuota juga harus dilakukan secara transparan agar masyarakat dan industri mengetahui betul kuota yang tersedia.
Baca Juga: Setelah Revisi Beleid PLTS Atap Jalan, Sky Energy (JSKY) Sesuaikan Rencana Bisnis
Dia mencontohkan, misal sistem kuota diatur per provinsi berdasarkan kapasitas atau kemampuan sistem di daerah masing-masing. Dia melanjutkan bahwa kemampuan Denpasar misalnya, dan daerah lain tentu berbeda-beda.
Ida mengatakan, keterbukaan juga bermanfaat bagi masyarakat dan industri agar tidak kerepotan nantinya. Jangan sampai masyarakat dan industri dibuat repot karena ketidakterbukaan informasi saat ingin memasang PLTS atap.
Selain itu, Ida juga mengkritik terkait pengajuan izin PLTS atap yang hanya bisa dilakukan pada Januari dan Juli setiap tahun. Menurutnya, hal itu tentu akan mempermudah PLN dalam memperbarui kapasitas PLTS terpasang, tetapi akan mempersulit masyarakat dan industri yang ingin memasang PLTS atap.
Baca Juga: Revisi Permen ESDM PLTS Atap Diperkirakan Selesai Juli 2023
Ida mengatakan, pembatasan waktu pemasang itu akan mempersulit publik untuk menjadwalkan kemampuan mereka dalam beralih ke energi bersih. Sehingga, itu akan membuat semangat masyarakat dan industri untuk beralih ke energi bersih mengendur. "Artinya ini akan berlawanan dengan misi pemerintah dalam percepatan untuk mencapai target bauran EBT. Permen tidak mendukung percepatan itu," katanya.
Sebelumnya, kementerian ESDM beralasan bahwa sistem kuota ditetapkan akan disesuaikan dengan kemampuan sistem transmisi PLN menampung listrik dari EBT yang bersifat intermiten (tidak menentu). Aturan tersebut membuat para pengguna PLTS atap tidak lagi bisa mengekspor listrik ke PLN kapasitas yang terpasang harus sesuai dengan kebutuhan dan sistem kuota.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News