Reporter: Mimi Silvia | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Nasib pembangunan PLTU Batang semakin tak jelas. Pasalnya saat ini kebutuhan total lahan 226 ha untuk proyek ini masih belum bisa terpenuhi.
Sampai saat ini masih terkendala pada sisa lahan 12,5 ha, di mana masih ada sebagian lahan warga yang belum dibebaskan. Pembebasan lahan ini masih diproses oleh PT PLN (persero).
"Lahan 12,5 ha ini bisa dibebaskan dengan menggunakan UU No. 2/ 2012, hanya PLN yang bisa membebaskan," tutur Mohammad Effendi Presiden Direktur Utama Bhimanesa Power Indonesia saat dihubungi KONTAN, Selasa (25/8).
Padahal tadinya proyek ini rencananya mulai groundbreaking bulan Agustus ini. Effendi juga menekankan bahwa proyek ini merupakan pekerjaan yang diberikan PLN walaupun investasi dari Bhimasena. "Kalau kesulitan begini ya kami bilang ke PLN bahwa kami tidak bisa meneruskan proyek ini karena tanah segitu saja tidak bisa dibebaskan," keluh Effendi.
Sekadar info, selain Adaro yang memegang kepemilikan 34%, Konsorsium PT Bhimasena Power Indonesia juga dimiliki oleh dua perusahaan Jepang yaitu J-Power 34%, dan Itochu 32%.
Ketika dikonfirmasi ke pihak PLN, Adi Supriono yang merupakan Sekretaris Perusahaan PLN menyatakan bahwa sampai saat ini masih ada sebagian lahan yang belum bebas. "Masih dalam proses, kalau pengerjaan sudah mulai meratakan tanah," kata Adi, Selasa (25/08). Ia pun menambahkan masalah pembebasan lahan ini merupakan resiko bisnis.
Tampaknya sampai saat ini pun belum ada solusi konkrit baik dari konsorsium, PLN, maupun dari pemerintah. PLN tidak bisa memastikan kapan PLTU yang diagungkan terbesar di ASIA ini mulai dibangun. "Walaupun di UU No. 2/2012 tertulis yang ditugaskan melakukan pembebasan lahan itu PLN tetapi kan pelaksananya tetap BPN, kepastian lahan ini coba tanya BPN" kata Adi.
Jika pembebasan lahan ini bisa segera rampung, maka PLTU Batang memerlukan waktu untuk masa konstruksi selama 54 bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News