Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri hasil tembakau (IHT) menghadapi tekanan ganda pada paruh kedua 2025. Masifnya peredaran rokok ilegal semakin menggerus pasar rokok legal dan menekan seluruh rantai pasok, termasuk petani tembakau.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi menyebut peredaran rokok ilegal kian mengkhawatirkan.
"Menurut data Kemenkeu, pada 2023 volumenya sudah mendekati 7%. Ada juga kajian lain yang memperkirakan angkanya sudah menembus dua digit," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (6/8/2025).
Baca Juga: Khawatir Jumlah PHK Bertambah, Seruan Moratorium Cukai Rokok Kembali Menguat
Tak hanya mengurangi penerimaan negara dari cukai, rokok ilegal juga berpotensi meningkatkan prevalensi perokok, termasuk anak-anak, karena peredarannya tidak diawasi dan tidak memenuhi ketentuan regulasi.
Gaprindo mendorong agar aktivitas produksi, distribusi, dan penjualan rokok ilegal dipandang sebagai extraordinary crime.
Karena itu, penanganannya perlu pendekatan penindakan yang lebih serius dan sistematis. Benny berharap Satgas Barang Kena Cukai (BKC) Ilegal dapat bekerja lebih efektif di lapangan.
Salah satu pemicu maraknya rokok ilegal adalah lonjakan harga rokok legal akibat tingginya tarif cukai dan harga jual eceran (HJE).
Baca Juga: Komisi XI DPR Minta Penindakan Rokok Ilegal Tidak Rugikan Pelaku Usaha
Di saat bersamaan, daya beli masyarakat justru melemah sehingga konsumen bergeser ke produk murah, termasuk yang ilegal.
"Akibat kehilangan pangsa pasar, beberapa pabrikan mengurangi pembelian bahan baku dari petani, bahkan mulai melirik diversifikasi usaha," ungkap Benny.
Kondisi ini turut berdampak pada sektor hulu, terutama petani tembakau yang mengalami penurunan permintaan, serta pabrikan kecil-menengah yang berisiko kesulitan menjaga operasional.
Gaprindo juga menyoroti lemahnya regulasi impor mesin pelinting rokok. Saat ini, impor hanya perlu pendaftaran, tanpa pengawasan terhadap pengguna akhir. Hal ini membuka peluang produksi rokok ilegal secara tersembunyi.
"Rencananya ke depan, hanya perusahaan dengan NPPKC IHT dari Ditjen Bea Cukai yang boleh mengimpor mesin pelinting. Tapi regulasi ini masih digodok di Kemenperin," kata Benny.
Baca Juga: Semester I-2025, Sampoerna (HMSP) Pertahankan Posisi Pemimpin Pasar dan Laba Bersih
Gaprindo mencatat volume produksi rokok pada semester I-2025 turun signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan terjadi di hampir semua segmen, termasuk rokok kretek mesin (SKM) dan rokok putih.
"Jika situasi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin daya saing industri tembakau akan hilang. Padahal, sektor ini merupakan kontributor utama penerimaan cukai negara," tegas Benny.
Gaprindo mendesak adanya kebijakan fiskal dan pengawasan yang lebih seimbang untuk melindungi industri legal sekaligus memberantas rokok ilegal secara menyeluruh.
Selanjutnya: IBC Ungkap Pembeli Baterai EV Indonesia dari Kawasan ASEAN dan India
Menarik Dibaca: Simak Alasan Anda Sering Gagal Atur Tagihan di Kartu Kredit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News